JURNAL SOREANG- Di masyarakat kerap terjadi pro dan kontra soal puasa Arafah yang menyatakan puasa itu harus pas saat jemaah haji sedang wukuf.
Ketua Umum PP Persis dan Ketua MUI Pusat, KH. Dr. H. Jeje Zaenuddin menjelaskan, penyebutan istilah hari Arafah pada asalnya adalah untuk tanggal, bukan pada tempat ataupun aktivitas tertentu.
"Hari Arafah adalah tanggal 9 Dzulhijah, baik ada yang wukuf ataupun tidak, baik ada yang puasa ataupun tidak. Karena penyebutan nama hari jika pada nama hari-hari dalam sepekan maka maksudnya adalah benar-benar nama hari tersebut secara hakiki," katanya.
Dia mencontohkan umpamanya “yaum isnaen” artinya Hari Senin, tidak ada kaitannya dengan tanggal. Hari Senin bisa tanggal berapa saja.
"Tetapi jika disebut nama hari yang bukan kepada nama hari yang tujuh dalam seminggu itu maknanya adalah tanggal. Umpamanya dikatakan, “ayyamul bid” (hari-hari purnama) maksudnya adalah tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan," ujarnya.
Baca Juga: Selain Puasa, Inilah Beberapa amalan yang Bisa Dilaksanakan di Hari Arafah, Jelang Idul Adha 2023
Demikian pula istilah yaum tarwiyah artinya tanggal 8 Dzulhijah, dan “yaum tasyrik” artinya tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah sehingga tidak peduli ia jatuh pada hari apa saja.