JURNAL SOREANG – Sasaran perintah berqurban adalah orang yang mampu. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda,
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan rezeki, namun tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dihasankan oleh al-hafizh Abu Thohir)
Bagaimana jika berhutang karena tidak mampu? Para ulama secara tegas menganjurkan untuk berkurban meskipun harus utang.
Imam Sufyan Ats-Tsauri menceritakan, bahwa Abu Hatim berhutang untuk membeli seekor unta.
Ketika ditanya mengapa sampai utang? Beliau menjawab, “Saya mendengar firman Allah yang artinya: “Kalian akan mendapatkan kebaikan dari sembelihanmu itu.” (Tafsir Ibnu Tafsir).
Artinya, beliau meyakini, Allah akan memberi ganti dari upaya beliau dengan berutang untuk qurban.
Saran ini berlaku jika dia memiiki penghasilan dan memungkinkan melunasi utangnya.
Tapi, jika dia tidak berpenghasilan, atau sudah punya banyak utang, sebaiknya tidak menambah beban utangnya meskipun untuk ibadah.
Ibnu Utsaimin mengatakan: “Jika orang punya utang, maka selayaknya mendahulukan pelunasan hutang daripada berqurban.” (Syarhul Mumti’).