Jenderal M. Jusuf, Panglima Sederhana, Ini Kenangan dan Tanggapan Prabowo Subianto

19 Juli 2022, 16:47 WIB
Jenderal M. Yusuf yang sederhana /

JURNAL SOREANG - Tahun 1995 Prabowo Subianto mendatangi rumah mantan Panglima TNI Jendral M.Jusuf di jalan Teuku Umar, Jakarta, pada malam hari. Kondisinya gelap, tanpa penjaga, tanpa ajudan.

Maksud kedatangan Prabowo Subianto ke rumah Jendral (purn) M. Jusuf adalah untuk melapor bahwa dia sudah naik pangkat dari Kolonel menjadi Brigadir Jendral.

Prabowo Subianto merasa, Jendral M.Jusuf adalah panutan dan sekaligus orang yang telah menggembleng dirinya sebagai prajurit, sehingga ia wajib sowan ke rumahnya.

Baca Juga: Orang ini Berani Menempeleng Prabowo Subianto, Siapa Dia dan Apa Masalahnya?

Jendral Jusuf pun memberinya selamat pada Prabowo dan mengingatkannya untuk menjalankan tugas dengan baik dan penuh tanggungjawab.

Waktu itu, Prabowo sempat kaget, selain rumah M. Jusuf gelap, dan baru dihidupkan lampunya saat dia masuk, semua perabotan di rumah itu sama persis dengan yang ia lihat terakhir pada tahun 1982.

“Warnanya sudah sangat belel, bahkan (gagang) kursi-kursinya dan benang-benangnya sudah mulai lepas,” kata Prabowo dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan Militer.

Baca Juga: Wow, Seperti Ini Kemampuan Dua Pesawat Airbus A400M yang Dipesan Menteri Prabowo dengan Harga Rp4 Triliun

Pahahal, M. Jusuf pernah menjadi Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Panglima TNI, dan ketua BPK, yang ia jabat mulai dari jaman Bung Karno sampai jaman Pak Harto.

“Tapi, beliau tidak mau membeli mebel baru, tidak memiliki penjagaan, dan tidak memiliki ajudan,” ujarnya heran.

Karena prihatin dengan kesederhaannya itu, Prabowo menawarkan kepada M. Jusuf pengawal dan ajudan dari Kopassus.

M. Jusuf pun menjawab, ia akan menghubungi Prabowo manakala ia membutuhkan pengawalan atau ajudan. Tapi, tapi sampai meninggal dunia pada tahun 2004, dia tak pernah menelepon Prabowo.

Baca Juga: Prabowo Disebut Capres pilihan Milenial, Pengamat: Tidak Banyak Gimmick

Prabowo pertama kali bertemu dengan M. Jusuf pada tahun 1978 saat Panglima itu meninjau Mako Kopassus di Cijantung.

Saat masuk barak Prabowo dia menanyakan kesulitannya di situ, dan dijawab Prabowo, dia dan anak buahnya kesulitan air.

Jenderal M. Jusuf pun langsung memerntahkan Asisten Logistik TNI Laksda Rudolf Kasenda untuk membuatkan pompa air untuk Kompinya Prabowo dan akan mengeceknya bulan depan.

Benar saja, pompa dan menara air pun sudah tersedia sebulan kemudian. “Jenderal Jusuf juga mengunjungi kompi-kompi dan batalyon-batalyon lainnya dan memberi solusi langsung terhadap keluhan prajurit,” kata Prabowo.

Baca Juga: Gus Umar Semprot M Qodari yang Dorong Jokowi-Prabowo Maju Pilpres 2024: Diotaknya Cuma Uang Saja

M.Jusuf memang terkenal sangat peduli pada prajurit. Dia bahkan mengecek rumah tangga dan makanan prajurit. Dulu, semua prajurit dapat susu dan kacang hijau.

Karena itu, Jenderal M. Jusuf sangat dihormati, bahkan sampai dicium tangannya oleh anak buah. “Belum ada lagi panglima yang seperti beliau,” ujarnya.

Tapi, tidak semua senang dengan laporan Prabowo itu. Beberapa seniornya menegurnya karena melaporkan adanya kesulitan air tersebut.

“Saya bingung, karena bukankah kita harus jujur dengan atasan. Apalagi, sebagai komandan saya harus bertanggungjawab pada anak buah. Tapi, saya tenang saja,”
katanya.

Baca Juga: DPR RI Kritik Sikap Diam Prabowo dan Luhut atas Ribuan Kapal Cina Masuk Natuna

Prabowo kembali bertemu M. Jusuf saat dia bertugas ke Timor Timur, tahun1978 juga. Saat itu, ia terlibat dalam pengejaran Presiden Fretilin, Nicolau Dos Reis Lobato di pedalaman Timtim.

Dengan pangkat Letnan Satu Prabowo memimpin kompi yang dinamai sandi Nanggala 28. Atasannya saat itu adalah Letkol Sahala Rajaguguk dan Kolonel Raja Kami Sembiring Meliala.

Setelah 2 minggu mengikuti jejak, terjadilah pertempuran di daerah Fahinehan. Pasukan Lobato berkekuatan 200 orang dengan senjata kurang lebih 40 unit.

Pasukan yang mengepung sendiri terdiri dari Batalyon 744, 700, dan 401. Kompi Prabowo sendiri ditugaskan sebagai pemukul dari lingkaran.

Baca Juga: Prabowo Sarankan Anggaran Pertahanan Digunakan untuk Tangani Covid-19, Presiden Jokowi: Tunggu Dulu

Alhamdulillah, pada 31 Desember 1978, Lobato berhasil disergap bersama pasukannya. Tapi, Lobato memilih bunuh diri ketimbang ditangkap hidup-hidup.

Mendengar kabar keberhasilan penyergapan pasukan Fretilin yang menewaskan Lobato, Jenderal Jusuf datang ke Timor Timur.

Prabowo dijemput dengan heli untuk menghadap Panglima. Sebagai hadiah, 1 peleton pasukan Prabowo yang menyergap Lobato itu naik pangkat luar biasa dan langsung pulang ke Jakarta, dengan hanya 3 bulan operasi. “Kami naik Hercules, tidak naik kapal seperti biasanya,” timpal Prabowo, senang.

Baca Juga: Terbukti Bersalah Kasus Suap Izin Ekspor Benur, Hakim Vonis Edhy Prabowo 5 Tahun Penjara, Ini Hukuman Lainnya

Keputusan M. Jusuf yang langsung menaikkan pangkat di lapangan atas prestasi anak buah itu sangat mengesankan Prabowo. Itulah yang membuat dia tidak bisa melupakan jasanya.

Karena itu Prabowo hanya bisa bersedih saat tawaran bantuannya kepada Jendral M. Jusuf untuk diberi penjagaan dan ajudan dari Kopassus itu ia tolak. Padahal tentu, Prabowo ingin membalas budi.

“Saya sangat terkesan dengan Jendral Jusuf. Hidupnya sangat sederhana. Beliau adalah prajurit, Jendral, dan seorang Panglima yang tidak ingin menyusahkan hidup anak buahnya untuk meminta fasilitas. Beliau ingin mandiri,” katanya. ***

Editor: Sarnapi

Sumber: Buku Kepemimpinan Militer

Tags

Terkini

Terpopuler