1. Terlalu agraris
Sementara revolusi industri melanda Eropa pada 1700-an dan 1800-an, ekonomi Ottoman tetap bergantung pada pertanian.
Kesultanan tidak memiliki pabrik untuk bersaing dengan Inggris Raya, Prancis dan bahkan Rusia.
Akibatnya, pertumbuhan ekonomi kekaisaran menjadi lemah, dan surplus pertanian yang dihasilkannya digunakan untuk membayar pinjaman kepada kreditur Eropa.
Ketika tiba saatnya untuk berperang dalam Perang Dunia I, Kesultanan Ottoman tidak memiliki kekuatan industri untuk memproduksi persenjataan berat, amunisi, besi dan baja yang dibutuhkan untuk membangun kereta api untuk mendukung upaya perang.
2. Tidak cukup kohesif.
Pada puncaknya, wilayah kesultanan Ottoman mencakup Bulgaria, Mesir, Yunani, Hongaria, Yordania, Lebanon, Israel dan wilayah Palestina, Makedonia, Rumania, Suriah, bagian dari Arabia dan pantai utara Afrika.
Bahkan jika kekuatan luar pada akhirnya tidak merusak kekaisaran, kemungkinan wilayah itu bisa tetap utuh dan berkembang menjadi negara demokratis modern.
Berbagai bangsa yang merupakan bagian dari kekaisaran tumbuh dam berontak, dan pada tahun 1870-an, kesultanan harus membiarkan Bulgaria dan negara-negara lain merdeka dan kehilangan banyak wilayah.