Seri Cerita In the Letter of Human Angel Messenger, Bumi Pasundan Lahir Saat Tuhan Sedang Tersenyum, Bagian 10

- 16 April 2022, 02:43 WIB
Seri Cerita In the Letter of Human Angel Messenger, Bumi Pasundan Lahir Saat Tuhan Sedang Tersenyum, Bagian 10/Instagram/@humanangellife
Seri Cerita In the Letter of Human Angel Messenger, Bumi Pasundan Lahir Saat Tuhan Sedang Tersenyum, Bagian 10/Instagram/@humanangellife /

JURNAL SOREANG - Aku bisa ingat dan merasakan di masaku ini, ke mana pun mama pergi, aku selalu dibawanya. Tawa, canda, menangkap capung dalam pangkuannya, ah… rasanya semua itu telah menghiasi hari-hariku dengan indah.

Keesokan harinya, pada pagi hari itu aku mulai pergi ke luar rumah tanpa diketahui siapa pun, berniat untuk mendekati rumah suci.

Ku duduk di bawah pohon ditemani terik matahari yang bercahaya kuning kemerahan. Pandanganku menerawang, seperti melihat akan tiba masanya seseorang lahir ke dunia ini dan hadir di lingkunganku.

Baca Juga: Salut! JK Rowling Melelang Novel Seri Perdana Harry Potter demi Keluarganya

Aku melihat kelak aku punya seorang adik perempuan yang wajahnya cantik jelita mirip seperti mama.

Sampai aku terlena di sini, terdengar suara mama memanggilku, tapi kali ini aku merasakan ada getaran yang berbeda dari mama, tak seperti biasanya. Aku merasa ke depannya mama mulai galak.

Rasa kekhawatiran akan hal ini terus menghantuiku. Jika ragu, maka aku harus sembahyang mengadukan semua permasalahan kepada-Nya.

Sesaat di sana, aku pergi ke taman memetik bunga matahari, bougenville, dan mawar merah yang ketiganya kupadukan menjadi satu. Kucium aromanya, lalu aku usap-usapkan ke semua tubuhku sebagai obat penenang kegundahan hati.

Baca Juga: Ada Tanda Tangan JK Rowling, Novel Harry Potter Milik Wanita Asal Edinburgh Ini Dihargai Ratusan Juta Rupiah

Aku tersenyum dan tertawa. Kemudian saat kutiup serbuk bunga itu, keluarlah mutiara-mutiara yang bersinar beterbangan ke arah langit bagaikan sayap-sayap yang indah.

Namun sebagian dari mereka ada yang jatuh ke dasar tanah. Serbuk tersebut seperti ingin menumbuhkan kembali generasi baru agar tumbuh menjadi seperti dirinya.

Aku sendiri tak tahu kenapa ia menjatuhkan diri, bukannya ke atas. Saat kucoba merenunginya, ternyata aku sadar maksudnya bahwa kita harus menjadikan hari ini lebih baik daripada hari sebelumnya, maka kita akan tergolong ke dalam orang-orang yang beruntung.

Baca Juga: Sungai Thames di Oxtord Siap Disulap Menjadi Tempat Pemandian Berenang Bebas

Meski aku tak memiliki teman bermain, aku sudah lebih dari cukup mempunyai mereka yang telah mewarnai hidupku sepanjang hari. Sebab, jifka aku sudah tidak ada lagi di alam ini, mereka tetap akan ada dalam perjalananku kelak.

Aku bermimpi di mana satu waktu adikku telah lahir. Aku merasa seperti anak yang habis manis sepah dibuang.

Bukan itu saja, aku pun sering bermimpi tentang sosok pria yang melihatku seperti orang yang sedang merindukanku.

Setiap kali aku mengejarnya, dia selalu menghilang. Namun di lain waktu, aku berjumpa lagi, aku pun mulai mengejarnya dengan cepat. Ia hanya tersenyum, namun dengan raut muka yang sedih.

Baca Juga: Ada Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, Berikut 5 Pemain Sepak Bola Terkenal Lainnya yang Suka Beramal

Suatu ketika, papa bercerita kepadaku mengenai sejarah di negeri ini. Jiwaku serasa ditarik ke masa lalu saat mendengarkannya.

Papa bercerita tentang zaman Belanda. Aku pun mulai berkhayal, ingin sekali punya kakak dan orang tua bule. Ah, mengapa dulu aku tak diasuh oleh orang Belanda? Daripada aku harus tinggal di negeri ini, pikirku.

Di tengah cerita itu, aku bertanya pada papa.
“Pa, kenapa alam pasundan ini tak pisah saja dari yang lain? Kenapa harus menyatu?”
“Nak, Papa makin tak paham apa maksudmu.”

Baca Juga: Berusia 70 tahun, Ini Sosok Perdana Menteri Baru Pakistan Mian Muhammad Shahbaz Sharif, Pengganti Imran Khan

“Aku merasa dulu orang yang menyerang itu bukanlah sembarang orang. Entah siapa mereka, seperti ada sesuatu yang disembunyikan. Jika kita terus bersatu, maka siap-siaplah alam ini menunggu kehancuran akibat tangan-tangan jahil manusia yang tak bertanggungjawab. Para monster akan menyerang kita. Generasi asli seolah akan punah karena tercampurnya zat-zat mereka.”

“Nak, Papa makin enggak paham maksudmu. Ya, sudah. Bobo, yuk!” kata Papa.
“Ok, ayah aku kita bobo aja ya...(BERSAMBUNG)***

Editor: Handri


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah