Kedaulatan Pangan di Indonesia yang Masih Jadi Mimpi dari Dulu Sampai Pada Era Jokowi, Ada Masalah Apa?

- 21 Maret 2022, 13:26 WIB
Meski Indonesia negara agraris tapi sampai kini kedaulatan pangan masih belum terwujud
Meski Indonesia negara agraris tapi sampai kini kedaulatan pangan masih belum terwujud /Dewi Rahmayanti/

JURNAL SOREANG- Ketua Perhimpunan Petani Nelayan Seluruh Indonesia (PPNSI) drh. Slamet menyatakan, mahalnya harga minyak goreng, kedalai, cabai dan beberapa komoditas pangan penting lainnya benar-benar menunjukkan betapa lemahnya pengelolaan pangan dalam negeri.

"Bagaimana tidak? untuk menyediakan stok minyak goreng yang notabene bahan bakunya tersedia sangat banyak saja pemerintah seperti kewalahan, apatah lagi mengelola stok pangan yang berasal yang bahan bakunya berasal dari negara lain," kata Slamet, Senin 21 Maret 2022.

Sehingga tidak mengherankan jika banyak pihak yang  mulai meragukan komitmen pemerintah terkait ketahanan dan kedaulatan pangan. 

Baca Juga: Temukan Sejumlah Kasus Distribusi Minyak Goreng dengan Modus Dicampur Air, Ini Langkah Satgas Pangan Polri

"Sedikit kilas balik pada tahun 2014 lalu, presiden Joko Widodo banyak mengungkapkan ide-ide tentang ketahanan pangan nasional dengan memastikan kecukupan kebutuhan pangan, keterjangkauan dan penghentian impor pangan. Menurutnya memaksimalkan potensi dalam negeri adalah kunci keberhasilan," katanya yang juga wakil rakyat asal Sukabumi.

Pertanyaannya selama hampir 8 tahun ini sejauh mana perkembangan pengelolaan pangan di Indonesia?

"Pertama, hasil studi terkait indeks keberlanjutan pangan pada tahun 2020 menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan  ke 60 dari 67 negara yang diukur, yang mana dengan nilai tersebut posisi indonesia jauh lebih buruk dari negera-negara Afrika seperti Ethopia (Rank 27), Zimbabwe (31), Zambia (32)," katanya.

Baca Juga: Langkah Cerdas! Forkopimcam Cikancung Gabungkan Vaksinasi dan Pemberian Bantuan Pangan Tunai

Begitupun juga dari hasil analisis Indeks Kelaparan Global (Global Hunger Index) menunjukkan nilai GHI Indonesia terus mengalami penurunan bahkan tahun 2020 menyentuh angka 20.1 atau masuk dalam kategori negara dengan status kelaparan kronis.

"Fakta-fakta ini juga disampaikan oleh rektor IPB Prof. Arif Satria bahwa banyak yang perlu dibenahi dalam kebijakan kedaulatan pangan di Indonesia," katanya.
 
Kedua, Indonesia hingga saat ini masih menggantungkan sebagian besar pemenuhan kebutuhan pangan melalui Impor.

Baca Juga: Harga Pangan dan Energi Naik Jelang Puasa, Harus Ada Satgas Khusus, Ini Maksudnya

"Beberapa contoh impor komoditas pertanian seperti gula, gandum, kedelai, daging sapi, garam dan lain-lain justru mencapai fase yang sangat buruk pada era Presiden Jokowi," katanya.

 Pada periode Januari hingga Oktober tahun 2021 indonesia sudah mengimpor gula mentah/raw sugar (HS 17011400) kurang lebih sebanyak 4,72 juta ton.

Selama periode 2018-2020, rata-rata pertumbuhan volume impor gula mentah adalah 8,61% per tahun. Sebagai informasi bahwa impor gula tahun 2010-2014 hanya rata-rata 199.953 ton/tahun sedangkan pada periode 2015-2020 mencapai rata-rata 4,5 juta ton/tahun.

Baca Juga: Urai Kemelut Harga Pangan yang Harganya Naik, DPR agar Segera Bentuk Pansus Pangan

Lalu Impor garam yang sejak lama masih menjadi momok yang belum terselesaikan. Pada tahun 2021 Indonesia mengimpor kurang lebih 3 juta ton garam dari berbagai negara seperti Australia dan India.

"Dengan panjang pantai mencapai 91.000 km, luas lautan 5,8 km2 tidak seterta merta menjadikan indonesia sebagai produsen utama garam dunia, bahkan menurut data BPS lebih dari 70% penyediaan garam nasional khususnya untuk industri masih ditopang oleh impor," katanya 

Selanjutnya adalah Impor beras. Meskipun presiden jokowi pernah beberapa kali mengutarakan bahwa indonesia dalam 3 tahun terakhir sudah tidak mengimpor beras namun faktanya menurut data BPS hingga tahun 2021 beras impor masih terus berdatangan.***

Editor: Sarnapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah