Apalagi dengan memanfaatkan kewajiban PLN melalui skema take or pay untuk membeli listrik tersebut yang selisih biaya produksinya akan ditanggung oleh pemerintah melalui subsidi EBT.
Nevi mengimbau BUMN dan anak BUMN seperti PLN dan Geo Dipa & Indonesia Power untuk menjadi pengendali aset dan kegiatan utama dalam menjalankan semua bisnis PLTP
"Fraksi kami tidak menolak holding-isasi, tapi menolak kenapa holding ini ke PGE bukan ke PLN. Dan terkait IPO aset-aset pembangkit listrik tenaga panas bumi, Fraksi PKS sangat tegas menolak," ujar Nevi.
Baca Juga: Jadi Anak Usaha, EMI Perkuat Pengelolaan EBT PLN
PLTP yang sudah operasional ini seharusnya tetap menjadi milik BUMN dan listriknya menjadi hak rakyat untuk menikmatinya.
Legislator dapil Sumatera Utara II itu meminta kepada pemerintah agar menjaga etos dan semangat kerja PLN untuk terus membangun pembangkit listrik EBT baru dalam rangka meningkatkan bauran EBT nasional.
"Ini saatnya PLN untuk memanfaatkan tenaga solar yang sudah sangat ekonomis secara maksimal. Jangan malah merusak suasana dengan menjual aset PLTP milik BUMN yang sangat berharga itu," tegasnya.
Dikatakan Nevi, hal yang harus segera diperbaiki adalah model kontrak take or pay (TOP). Dikontrak disyaratkan sekitar sekian persen dari produksi listrik dari pembangkit swasta tersebut harus dibeli PLN (take or pay). Kalau tidak dibeli, maka PLN kena denda.
Dengan model ini, Nevi menilai ketika permintaan masyarakat akan listrik rendah, maka terpaksa didahulukan dioperasikan pembangkit swasta agar PLN terhindar dari denda.