JURNAL SOREANG- Anggota Komisi IV DPR, drh Slamet mengatakan, pengalihan aset Kementerian Pertanian (Kementan) akibat terbitnya PP Nomor 79 Tahun 2019 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam holding Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) III lalu ke anak perusahaan yang berstatus bukan BUMN.
Aturan baru ini akan membuat pengelolaan aset tersebut bisa dikelola tanpa terikat lagi dengan regulasi pemerintah apa pun, termasuk jika aset itu mau dijual pun bisa.
"Kita harus hati-hati dalam soal pengalihan aset negara ini, karena prediksi saya nanti aset tersebut akan dijual untuk membayar utang PTPN yang saat ini sudah berjumlah 42 triliun," kata Slamet kepada media, Jumat, 15 Januari 2021.
Baca Juga: Sawah Pendidikan Bisa Jadi Multifungsi untuk Edukasi dan Wisata
Selain itu, metode penjualan aset biasanya dilakukan dengan cara lelang dengan harga yang lebih rendah. "Artinya aset pemerintah tersebut akan berpindah kepada pihak swasta dengan mudah dan murah," kata wakil rakyat asal Kabupaten Sukabumi.
PP No.79/2019 mengatur tentang penambahan penyertaan modal negara ke dalam modal saham perusahaan Perseroan PTPN III (holding). Artinya terjadi pengalihan aset dari barang milik negara pada Kementerian Pertanian senilai Rp 6 triliun lebih kepada PTPN.
"Aset yang dialihkan berupa tanah sebanyak 112 persil seluas lebih dari 7.000 hektar lebih, bangunan sebanyak 437 unit seluas 6,2 hektar, peralatan dan mesin sebanyak 7.200 unit, jalan, irigasi, dan jaringan sebanyak 224 unit, aset tetap lain yakni tanaman sebanyak 8.014 unit," kata anggota FPKS.
Baca Juga: Kementan Himbau Antisipasi Fenomena La Nina Pada Sektor Pertanian
Walau bagaimanapun pengalihan aset Kementan ini bisa berarti kehilangan aset untuk dunia pertanian yang saat ini menjadi fokus pemerintah untuk memperbesar kemampuannya dalam produksi pangan dalam negeri menuju kedaulatan pangan.