Anggota DPR: Daripada Pajakin Sembako, Pendidikan dan Kesehatan Lebih Baik Pemerintah Evaluasi Dirjen Pajak

23 Juni 2021, 06:46 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat meninjau pasar di Kebayoran Lama, Jaksel menyebut pemerintah tidak akan menarik pajak sembako yang dijual di pasar tradisional. Namun anggota DPR tak setuju adanya pajak sembako dan meminta pemerintah evaluasi penerimaan pajak yang turun. /Instagram/@smindrawati

JURNAL SOREANG- Anggota DPR RI, Johan Rosihan meminta pemerintah segera mengevaluasi kinerja perpajakan di tanah air.

Pasalnya pendapatan perpajakan tahun 2020 turun sebesar 16,88% dibanding tahun 2019 lalu meski tunjangan pegawai pajak dan bea cukai sudah tinggi.

"Dngan penurunan ini pemerintah mesti kerja keras dan tidak boleh membuat kebijakan perpajakan yang menciderai keadilan dan memberatkan beban ekonomi rakyat seperti rencana PPN sembako dan PPN sekolah serta kesehatan," kata Johan dalam pernyataannya, Rabu, 23 Juni 2021.

Baca Juga: Waduh, Persalinan Diwacanakan juga Kena Pajak Seperti Rencana Pajak Sembako

Johan meminta pemerintah mesti evaluasi kinerja perpajakan karena ternyata pada tahun 2019 lalu penerimaan PPN bisa mencapai Rp655,4 Triliun tanpa harus berwacana pengenaan PPN Sembako.

"Pemerintah harys melakukan evaluasi terkait rencana pengenaan PPN Pangan Pokok. Hal ini karena situasi data pangan di Indonesia masih amburadul sehingga rencana penerapan multitarif PPN sembako akan sangat sulit diterapkan karena biaya administrasi pemungutannya akan jadi lebih mahal," kata Johan.

Salah satu indikator dari data pangan kita bermasalah adalah karut-marutnya data impor pangan dan belum terwujudnya kesatuan data tentang kondisi pangan nasional, ujar Johan.

Baca Juga: Sembako dan Sekolah Diwacanakan Akan Kena PPN, Berikut Penjelasan Direktorat Jenderal Pajak

"Selain itu,  sembako termasuk barang yang memiliki rantai pasok yang panjang serta sebagai sektor informal Pertanian. Pemerintah mesti memahami bahwa rantai pasok pangan berbeda dengan rantai pasok produk dan jasa lainnya. Jadi rantai pangan mengalir dari petani ke konsumen bergerak dalam rantai yang panjang dan untuk beberapa produk pangan memiliki karakter mudah rusak, busuk dan turun mutu. Hal ini berakibat sulit mengendalikan pengawasan pajaknya jika diterapkan pengenaan pajak sembako," urai Johan asal NTB ini.

Politisi PKS ini menegaskan dampak PPN sembako akan berakibat kenaikan harga sembako yang mendorong inflasi dan menurunnya daya beli masyarakat sehingga kemiskinan akan meningkat.

"Kemiskinan yang terus meningkat akan menjadi beban berat bagi pemulihan ekonomi nasional dan pemerintah harus waspada dengan adanya defisit APBN sebesar Rp 947,7 Triliun atau sekitar 6,14% dari PDB," katanya.

Baca Juga: Rencana Penerapan Pajak Jasa Pendidikan, Pengamat: Harusnya Terbuka dan Ajak Diskusi Stakeholder

Karena tahun 2021 ini harus jadi pembuktian untuk mencapai pemulihan ekonomi yang mencapai target 5,5%. "Hal ini urgent menjadi perhatian pemerintah agar rakyat jangan dibebani dengan pajak sembako demi stabilitas ekonomi nasional," tutur Johan.

Johan menambahkan hasil riset menunjukkan bahwa 73% kontributor garis kemiskinan berawal dari bahan pangan.  "Artinya jika harga sembako naik, maka jumlah penduduk miskin pasti bertambah. Jangan sampai terjadi ketahanan pangan kita semakin lemah akibat rencana pengenaan pajak sembako ini, ujarnya.

Wakil rakyat dari Pulau Sumbawa ini juga mengungkapkan berdasarkan LHP BPK RI disimpulkan bahwa transparansi, akuntabilitas dan kepatuhan keuangan negara selama pandemi ini tidak sepenuhnya tercapai, bahkan manajemen bencana tidak sepenuhnya efektif.

Baca Juga: Ini Kata Menkeu Sri Mulyani Soal Isu Pajak Sembako dan Pajak Lembaga Pendidikan

"Saya memberikan catatan kepada pemerintah agar memperkuat akuntabilitas manajemen bencana selama masa pandemi terutama bantuan sembako agar memiliki dampak signifikan terhadap penguatan ketahanan pangan nasional," katanya.

Menurut Johan, elama ini ternyata kebijakan bantuan sembako tidak berpengaruh signifikan terhadap ketahanan pangan terutama di daerah rentan rawan pangan.***

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler