Simak! Berikut Penjelasan Terkait Hubungan Antara Dunia Sains dan Agama Sejak Zaman Kelasik

- 26 Mei 2023, 08:46 WIB
Ilustrasi hubungan antar dunia sains dan agama.
Ilustrasi hubungan antar dunia sains dan agama. /Tangkapan Layar Instagram @merekooblog

JURNAL SOREANG - Dalam sejarah peradaban barat, konflik antara kalangan intelektual versus agamawan mencapai klimaks ketika Nicolas Copernicus (1473-1543) menemukan hasil riset astronomi nya, yaitu matahari sebagai pusat alam semesta (helio-sentris).

Kemudian, temuan Copernicus itu diperkuat oleh riset Galileo-Galilei (1564-1642) lewat teleskopnya.

Temuan tersebut sontak membuat kalangan gereja menjadi berang, karena bertolak-belakang dengan doktrin gereja yang menyatakan bahwa bumi sebagai pusat alam semesta atau dikenal dengan geo-sentris.

Baca Juga: Kadis Kominfo: Kabupaten Ciamis Ada dalam Satu Genggaman, Kok Bisa? Ini Penjelasannya

Pada awal 1980-an Pakistan di bawah kepemimpinan Ziaul Haq mencanangkan islamisasi di segala bidang, dan diantaranya adalah mencoba mengkaji penciptaan sains Islam atau islamisasi sains.

Para ilmuwan Pakistan kemudian membuat gebrakan bagi terealisasinya agenda besar tersebut. Diantaranya adalah ide untuk menghadapi krisis energi di dunia Islam dengan jalan mengendalikan jin.

Dalam ayat-ayat al-Quran disebutkan jin terbuat dari api. Dengan premis ini pakar energi ada yang menawarkan alternatif yaitu:

Menangkap jin sebagai sumber energi yang gratis. Ada yang mengkaji secara kimia, bahwa jin kemungkinan besar terbuat dari gas metan dan hidrokarbon jenuh sehingga bila terbakar tidak mengeluarkan asap.

Baca Juga: Keren! Biaya Sekolah Gratis di SMK Al-Asy'ariah Ciamis, Andi Berhasil Jadi Tentara Angkatan Darat

"Bila jin ini dapat ditangkap dan dikendalikan maka kita akan mempunyai cadangan energi yang tidak habis-habisnya. Bagaimana semua ini dapat teraplikasi? Tidak ada penjelasan yang kongkrit. Itulah contoh upaya menjelmakan sains Islam yang dinilai saintis tidak realistis," ungkap Pervez Hoodboy, dikutip dari Merekooblog. Jumat, 26 Mei 2023.

Lantas bagaimana sebenarnya hubungan sains dan agama? Paling tidak dalam sejarahnya ada empat mazhab yang diajukan.

Konflik, yaitu pandangan yang menganggap sains dan agama adalah dua kutub yang bertentangan dan saling menghancurkan satu dengan lainnya.

Independensi, yaitu para pemikir yang berkeyakinan bahwa sains dan agama memiliki kemandirian masing-masing dan terpisah dikarenakan berurusan dengan wilayah yang berbeda. Jika beroperasi pada wilayahnya masing-masing, maka tidak akan terjadi konflik.

Baca Juga: Polres Ciamis Cek Harga dan Stok Bahan Pokok Kebutuhan Masyarakat, AKP Cecep: Ketersediaan Masih Aman

Dialog, yang berpendapat bahwa sains dan agama adalah mitra dalam melakukan refleksi kritis atas berbagai persoalan dengan tetap menghormati integritas masing-masing.

Integrasi, yaitu pandangan yang bersikap dengan baik terhadap sains dan agama dengan kemitraan yang lebih sistematis dan ekstensif dalam mencari titik temu antara keduanya.

Hubungan Islam Dan Sains Sudah Ada Sejak Jaman Klasik

Dari keempat model relasi sains dan agama di atas, integritas tampaknya model yang ideal bagi sebagian besar pemikir muslim yang mendukung proyek islamisasi sains.

Secara historis, perbincangan tentang hubungan sains dan islam telah ada sejak jama klasik. Namun isu itu kembali mencuat pada zaman modern di sekitar abad ke-19.

Baca Juga: Pelayanan! Cegah Gangguan Kamtibmas, Polsek dan Koramil Cijeungjing Monitoring Anak Sekolah

Menurut Leif Stenberg, awal dari pembahasan hubungan sains dan Islam dimulai saat Ernest Renan pada tahun 1883 di Paris menyebutkan bahwa antara Islam dan sains itu bertentangan (incompatible).

Pernyataan Renan ini kemudian direspon oleh Jamaludin Al-Afghani, dengan menunjukan keselarasannya. Dari sini perdebatan berlanjut sampai saat ini, dengan melahirkan tiga tanggapan ilmuwan muslim terhadap sains modern.

Yang kemudian masing-masing pendapat ini akan menentukan bagaimana pandangan mereka pula terhadap ide islamisasi ilmu.

Ziauddin Sardar seperti disebutkan M. Damhuri kepada Republika, 26 mei 2000. Mencatat ketiga pandangan ini. Pertama, kelompok muslim apologetik. Kelompok ini menganggap sains modern bersifat netral dan universal.

Baca Juga: Berikan Perlindungan! Hindari Fatalitas, Polres Ciamis Gelar Strong Point di Wilayah Pendidikan

"Mereka berusaha melegitimasi hasil-hasil penemuan sains modern dengan mencari ayat-ayatnya yang sesuai dengan teori dalam sains tersebut. Maka pandangan kelompok ini hanya sebagai penyembuh luka bagi umat islam secara psikologis, bahwa umat Islam tidak ketinggalan zaman," ungkapnya.

Kedua, kelompok yang mengakui sains Barat, tetapi berusaha mempelajari sejarah dan filsafat ilmu agar dapat menyaring elemen-elemen yang tidak islami.

Dan ketiga, Kelompok ini yang percaya dengan adanya sains Islam dan berusaha membangun islamisasi di seluruh elemen sains.

Ketiga kelompok ini jalan dengan idenya masing-masing dan didukung oleh kelompoknya pula, baik dari kalangan agamawan maupun ilmuwan. Padahal, tak jarang sains dan tafsiran agama bersekutu dalam melanggengkan keburukan.

Baca Juga: Mengenal Fenomena Fatherless, Pentingnya 'Sesosok’ Ayah Dalam Pertumbuhan Anak dan Keluarga

"Sains telah mampu menciptakan senjata yang digunakan untuk dan atas doktrin keberagamaan. Karenanya diperlukan kebeningan hati dan kecerdasan nalar dalam merealisasikan agenda islamisasi yang luar biasa dahsyatnya, dan ini bukanlah suatu khayalan dan kemustahilan," tandasnya.***

Editor: Rustandi

Sumber: Instagram @merekooblog


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x