“Ini adalah kali kedua Provinsi Jawa Tengah hadir sebagai pemerhati. Kebahagian lainnya adalah Pengakuan dari Unesco bahwa Indonesia telah dinyatakan berhasil dalam Revitalisasi Bahasa Daerah,” tuturnya.
Tahun ini, Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) melibatkan 25 Provinsi dengan 72 bahasa daerah. Untuk tahun depan, RBD akan dilaksanakan di seluruh provinsi di Indonesia dengan 92 bahasa daerah. “Hal ini atas persetujuan Mendikbudristek,” tegas Aminudin.
Selanjutnya, Pj. Gubernur Jawa Barat, Bey Triadi Machmudin, menuturkan bahwa bahasa ibu di Indonesia kondisinya memprihatinkan karena terancam punah. Kondisi tersebut semakin parah jika bahasa ibu jarang digunakan oleh masyarakat, tidak ada kepedulian masyarakat untuk melestarikan sehingga bahasa ibu menjadi tergeser oleh bahasa lain yang lebih dominan, seperti bahasa Indonesia dan bahasa asing.
“Oleh karena itu, pengarusutamaan bahasa ibu penting dilakukan untuk melestarikan dan membumikannya agar bahasa ibu tetap eksis. Pengarusutamaan bahasa ibu ini setidaknya dapat dilakukan di tiga lingkungan yang efektif, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat,” ujar Bey.
Ia menambahkan bahwa FTBI merupakan agenda penting dalam menggali dan merawat kecintaan bangsa terhadap bahasa Ibu. Menurutnya, bahasa ibu adalah warisan budaya yang sangat berharga bagi bangsa yang dapat memupuk kebanggaan dan keberagaman antarsesama.
“Festival ini juga bukan sekadar ajang perlombaan bagi anak-anak kita jenjang SD dan SMP, melainkan peluang untuk mengasah keterampilan berbahasa, kreativitas, dan daya imajinasi. Saya yakin setiap peserta telah menunjukkan kesungguhannya dan kerja keras yang luar biasa dalam mempersiapkan diri untuk tampil hari ini,” imbuh Bey lebih lanjut.
Dewan juri yang menilai lomba-lomba dalam FTBI ini merupakan para praktisi dan akademisi dari Lembaga Basa jeung Sastra Sunda, Yayasan Kebudayaan Rancage, Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda, Perkumpulan Pendidik Bahasa Daerah Indonesia, Padepokan Bumi Ageung Tasikmalaya, Dewan Kesenian Kabupaten Bandung, Studio Titik Dua Ciamis, Celah-Celah Langit, dan Sanggar Sastra Purwakarta.***