RUU Sisdiknas Banyak Kelemahan, Aptisi Jabar Akan Sampaikan Aspirasi ke Presiden, Berikut Kelemahannya

- 21 September 2022, 16:38 WIB
Ilustrasi RUU SISDIKNAS. RUU Sisdiknas Banyak Kelemahan, Aptisi Jabar Akan Sampaikan Aspirasi ke Presiden, Berikut Kelemahannya
Ilustrasi RUU SISDIKNAS. RUU Sisdiknas Banyak Kelemahan, Aptisi Jabar Akan Sampaikan Aspirasi ke Presiden, Berikut Kelemahannya /tangkapan layar sisdiknas.kemdikbud.go.id/

JURNAL SOREANG-
Sebagaimana diketahui bersama, pemerintah telah mengusulkan Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

RUU tersebut akan mengintegrasikan sekaligus mencabut tiga undang-undang terkait pendidikan dan sudah akan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2023. 

'Sejumlah pihak mengkritik keras RUU tersebut, termasuk Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Jabar," kata Sekretaris Aptisi Jabar, Dr. Supriyadi, SE., M.Si, Rabu 21 September 2022.

Baca Juga: RUU Sisdiknas Akan Jadikan Mata Pelajaran Sebagai Mapel Wajib yang Ada di Tiap Lembaga Pendidikan

Banyak kelemahan dalam proses penyusunan dan juga substansi RUU tersebut. Oleh karena itu, APTISI Jabar mengusulkan agar RUU Sisdiknas tersebut ditolak. 

"Dari prosesnya, Aptisi Jabar menilai penyusunan RUU Sisdiknas tersebut tidak transparan dan minim partisipasi publik. Bahkan, perancangnya pun sampai sekarang tidak pernah dibuka identitasnya oleh pihak Kemendikbudristek," katanya.

Dari sisi keterlibatan masyarakat, Aptisi JABAR menilai pihak Kemendikbudristek menutup telinga dari saran untuk membentuk Panitia Kerja Nasional RUU Sisdiknas yang inklusif dan terbuka.

Baca Juga: Wacana Penghapusan Tinjangan Profesi Guru (TPG), Pegiat Pendidikan Minta DPR Tunda Pembahasan RUU Sisdiknas

"Aptisi sebagai salah satu organisasi wadah berkumpulnya Perguruan Tinggi Swasta bahkan tidak pernah dilibatkan. Kemendikbudristek lebih memilih mengerjakannya secara diam-diam oleh sekelompok orang yang tidak jelas identitasnya," katanya.

Selanjutnya, menurut Aptisi Jabar, pembentukan RUU ini tidak dibuat peta jalan atau grand design terlebih dahulu. Padahal, seharusnya peta jalan itu menjadi konsep awal yang penting dirumuskan sebelum merancang perangkat peraturan atau undang-undangnya.

" Ini dapat diilustrasikan seperti kita sedang merakit sebuah kapal besar yang dilakukan bersamaan dengan meluncurkannya. Tidak ada kejelasan sejak awal mau dibawa ke mana arahnya. Ini tentu sangat berbahaya," ujarnya.

Baca Juga: Mendikbudristek Jawab Soal RUU Sisdiknas, Nadiem: RUU Paling Berdampak Positif pada Kesejahteraan Guru

Kemudian, dari aspek subtansi, Aptisi Jabar melihat RUU ini memiliki banyak kelemahan. Kelemahan tersebut sangat nampak dan nyata.

"Di antaranya rancunya fungsi dengan tujuan, sempitnya pemahaman luhur Pancasila dalam Profil Pelajar Pancasila yang dijadikan tujuan pendidikan nasional dan rendahnya apresiasi terhadap guru dan dosen," katanya.

Tak hanya itu, RUU ini juga minim pengakuan pada pendidikan non-formal, tidak jelasnya peran pendidikan berbasis masyarakat, hingga menjebak pendidikan dalam iklim bisnis yang mengesampingkan sisi humanis pendidikan.

Baca Juga: Benarkah, RUU Sisdiknas Sejarterakan Guru dan Dosen? Begini Pernyataan Kemendikbudristek

"Selanjutnya kelemahan yang juga tidak dapat diterima adalah dalam RUU Sisdiknas tersebut adalah tak ada aturan tunjangan profesi guru, calon guru wajib lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG), wajib belajar 13 tahun, Tridarma perguruan tinggi, serta Pancasila wajib masuk kurikulum. Ini tentu mendegradasi apa yang telah ada dalam undang-undang sebelumnya yang secara eksplisit tertulis," katanya.

Jika hal-hal tersebut tidak secara eksplisit ditulis, maka secara konstitusional menjadi tidak mempunyai dasar hukum.

"Ke depan tidak mustahil tunjangan profesi tidak akan ada lagi. Konon, ke depan dosen yang berstatus PNS akan mengacu pada Undang-undang ASN, dan dosen swasta akan mengacu pada undang-undang ketenagakerjaan," katanya.

Baca Juga: Penghapusan Tunjangan Profesi Guru di RUU Sisdiknas Karena Pelibatan Publik Minim?

Dengan demikian hubungan dosen PTS dengan Lembaga adalah buruh dan majikan.

"Ini tentu mendegradasi profesi dosen dan guru, yang sebelumnya dimuliakan akan menjadi seperti buruh," katanya.

Sehubungan dengan berbagai kelemahan tersebut, maka Aptisi Jabar bersama-sama dengan Aptisi Wilayah lain se-Indonesia akan menyampaikan keberatan langsung ke Istana negara pada 27 September 2022.

Baca Juga: Di Tengah Kontroversi Penghapusan TPG: Pemerintah Ajukan RUU Sisdiknas dalam Prolegnas Prioritas 2022

Selain RUU Sisdiknas tersebut, Aptisi juga akan menyampaikan berbagai hal yang terkait dengan kebijakan yang dinilai memberatkan PTS.

"Seperti masalah Akreditasi yang dilimpahkan kepada Lembaga Akredktasi Mandiri (LAM PT), masalah tata Kelola KIP Kuliah, masalah Uji Kompetensi bagi prodi Kesehatan, masalah pembukaan jalur mandiri pada PTN, dan juga masalah perijinan pembukaan Program Studi Baru dan juga perubahan Perguruan Tinggi," katanya.***

 

Editor: Sarnapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah