Sutradara Film Terbaik, Fanny Chotimah, Meriahkan FFBN#3 ISBI Bandung

- 3 November 2021, 22:58 WIB
Sutradara Film Terbaik, Fanny Chotimah (kiri),  Meriahkan FFBN#3 ISBI Bandung
Sutradara Film Terbaik, Fanny Chotimah (kiri), Meriahkan FFBN#3 ISBI Bandung /ASEP GP/JURNAL SOREANG

JURNAL SOREANG- Fanny  Chotimah menjadi  Sutradara Film Dokumenter Panjang Terbaik di FFI 2020 “You and I”   yang  mendokumentasikan kehidupan Kaminah dan Kusdalini, dua perempuan penyintas peristiwa’ 65 dari Solo 

Dia juga  meraih penghargaan film terbaik di Asian Competition of the 12th DMZ International Documentary Film Festival. 

Fanny hadir memeriahkan FFBN#3 ISBI hari ketiga,  yang digelar di Gedung Dewi Asri Kampus ISBI Bandung, Jalan Buahbatu 212 Bandung,  Sabtu,30 Oktober 2021.

Fanny yang didampingi Dara Bunga Rembulan (Ketua Panitia FFBN#3), mengatakan pada wartawan,  menyambut baik acara yang digelar dari tanggal 29-31 Oktober ini,  karena bisa untuk memotivasi mahasiswa untuk lebih kreatif lagi. 

Baca Juga: Dies Natalis ISBI Bandung yang Ingin Bangkit dan Membumi Untuk Pertiwi, Ini Rangkaian Acaranya

Kampus pun memfasilitasi memberi sebuah ruang untuk mereka lebih kreatif memamerkan karya-karyanya, dan juga membuka peluang masyarakat untuk lebih terlibat karena festival ini juga terbuka untuk umum.

Jadi kata Fanny secara tidak langsung festival yang sudah digelar ketiga kalinya ini juga ikut memajukan produksi film pendek di Nasional.

Dalam acara diskusi, Fanny Chotimah  menjelaskan kepada mahasiswa tentang proses kreatif film yang ia buat,  bagaimana tahapan dan kesulitannya.

Dia juga  sharing dengan mahasiswa tingkat 1 tentang film dokumenter, karena film yang dia buat adalah film kreatif dokumenter, dan kebanyakan masyarakat tahunya film dokumenter itu kaku seperti berita dan informasi, padahal ada banyak pendekatan 

Baca Juga: Design Kostum Pria Bertopeng Dari 'Squid Game' Berbeda Konsep Dengan Yang Diharapkan Sutradara

Contohnya seperti yang dia lakukan lebih ke  observasional, jadi sedikit wawancara namun lebih ke observasi keseharian dan lebih bermain ke story telling.

Wanoja kelahiran Bandung 18 November 1983 yang kini tinggal di Solo ini pun menjelaskan  proses pembuatan filmnya di masa pandemi ini ada keterbatasan, berbeda dengan  sebelum pandemi,  terutama  dari segi distribusi terhambat.

Keinginannya untuk memutar filmnya di bioskop pun  tertunda peraturan, tapi   untungnya  sekarang era teknologi digital, serba online, di masa pandemi masyarakat pun bisa menonton film secara online, sehingga akhirnya  Fanny bekerjasama dengan salah satu OTT (Over The Top).

Baca Juga: Krisdayanti Habiskan Rp3 Miliar Jadi Anggota DPR? Sutradara Fajar Nugros: Modal Segini dan Gaji Tak Sebererapa

“Jadi jalur distribusi  pun lebih terbuka, tidak hanya di bioskop tapi di layanan OTT bisa diakses (selain youtobe), bahkan di layanan OTT pun  kita mendapat royalti, jadi secara finansial seharusnya menguntungkan buat kita semua,” kata Fanny semringah.

Jadi  kata Fanny, bagi para mahasiswa atau siapapun yang membuat film tapi kesulitan untuk jalur distribusinya, diputar dimana, termasuk menghasilkan  secara finansial, bisa memanfaatkan itu.

Fanny juga  share terkait  workshop dan funding kepada mahasiswa, “Saya punya pandangan,  kalau dia punya satu proyek harus kemana awalnya. Sebetulnya dari segi cerita kita sudah bisa mendapatkan funding , jadi tidak filmnya harus jadi dulu, ke festival, terus menang dapat uang, gak. Tapi dalam memproduksi film ada beberapa strategi , kalau kita tidak punya uang itu kita bisa cari dana, salah satunya lewat funding, “ tuturnya alumni London Scholl Public Relation STIKOM Jakarta .

Baca Juga: Top, Film ‘Empu’ karya Sutradara Indonesia Berhasil Menangkan AICEF Prize di Amerika Serikat

Sementara itu Dara Bunga Rembulan menjelaskan tentang penyelenggaraan I FFBN#3  di masa pandemic yang berlangsung secara hybride (online dan offline). Kebetulan yang offline ini hanya satu kegaiatan yaitu special screening yang menghadirkan langsung nara sumber dari Solo, Fanny Chotimah, pemenang FFI 2020 untuk kategori film Documenter Panjang.

“Jadi biar festivalnya itu terasa banget kita langsung menghadirkan sutradaranya berdiskusi secara langsung. Selama ini setahun  ke belakang rasa-rasanyanya kalau online itu kurang mengena. Apalagi mahasiswa sekarang menurutku masih kurang masalah literasi dan apresiasi,  jadi  kita motivasi di festival film budaya ini," katanya 

Salah satunya dengan kelas sinema, special screening, kemudian ada pitching  project Jadi sebelum mereka masuk ke dunia Nasional,  dunia industri , kita coba dulu di kampus sendiri ekosistemnya itu seperti apa, “ demikian kata Dara.***

Editor: Sarnapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah