“Nilai-nilai intrinsik dalam budaya Sunda, seperti cinta damai, empati, kerjasama, dan toleran menjadi sangat relevan dengan upaya penumbuhan peaceful mindset di kalangan peserta didik,” ujarnya.
Sementara dalam konteks Finlandia dan beberapa negara Skandinavia, muncul kearifan lokal berprestasi tanpa berkompetisi.
“Artinya dalam lingkungan budaya di sana dibiasakan upaya meraih prestasi tanpa memarginalkan atau menyingkirkan pihak lain. Nilai-nilai seperti inilah yang layak terus dikembangkan dalam konsep pedagogi. Dengan demikian muncul apa yang disebut dengan pedagogy of peace education,” kata Sunaryo Kartadinata.
Sementara itu, Prof Elly Malihah menuturkan, konflik merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang seringkali ditanggapi secara negatif sehingga penyelesaiannya bersifat destruktif.
“Padahal, konflik dapat diselesaikan secara konstruktif melalui resolusi konflik. Mengetahui gambaran kemampuan resolusi konflik pada siswa sangat penting dalam penerapan pendidikan resolusi konflik,” kata perempuan guru besar pertama bidang sosiologi di lingkungan UPI ini.
Ia menegaskan kemampuan resolusi konflik dapat dipadukan dengan penerapan nilai luhur budaya Indonesia agar generasi selanjutnya mampu menjadi agen perdamaian sekaligus melestarikan kebudayaan Indonesia.
“Penelitian yang telah dilakukan terkait hal ini memiliki implikasi pada siswa, guru, dan sekolah untuk meningkatkan kemampuan resolusi konflik interpersonal pada siswa. Semoga dapat diaplikasikan dengan baik di berbagai jenjang sekolah,” ujarnya.
Ia menambahkan Isu keberagaman terkait suku, ras, agama, budaya, bahasa dan sebagainya sering menjadi perhatian berbagai pihak. Sikap yang tidak tepat terhadap isu ini, dapat menjadi masalah di banyak bidang, termasuk pendidikan.