“Semoga niat untuk mendirikan LMK yang didahului dengan kongres ini, juga akan menjadi momentum bersatu padunya penggiat seni musik tradisi nusantara, karena LMK hanya akan berfungsi jika seluruh unsur dalam ekosistem seni peran di indoensia hidup dan bekerja sesuai fungsinya dengan baik, dan yang terpenting adalah seluruh unsur bersatu padu secara organik, dan saling menghidupi, saling mencerdaskan, dan memberi makna,” ujar Embi C. Noer.
Baca Juga: Apakah Musik Halal atau Haram? Habib Ali Al-Jufri Memberikan Penjelasannya
Nyong Franco pencipta lagu Gemu Fa Mi Re mendukung pembentukan LMK. Menurutnya penting ada lembaga khusus yang menangani aktivitas berkesenian di tanah air yang berkeadilan sesuai dengan aturan perundang-undangan.
Dengan demikian, para musisi dapat lebih produktif karena merasa aman dalam berkreasi. “Pekerjaan kita sangat bergantung pada imajinasi kreatif dan kalau disibukkan dengan mengurus penyalahgunaan seni akan menghabiskan banyak waktu dan energi. Kita harus punya lembaga yang khusus menangani itu,” ujarnya.
“Momentum ini adalah kesempatan emas bagi kita untuk memperbaiki dan menyempurnakan LMK yang sudah ada sebelumnya menjadi lebih baik lagi,” imbuhnya seraya menceritakan pengalamannya bahwa saat ini masih kurang penghargaan atas karya seni khususnya bagi musisi tradisional.
Direktur Lembaga Pendidikan Seni Nusantara (LPSN), Endo Suanda dalam paparannya mengungkapkan bahwa isu mendasar dalam kongres musik tradisi secara keseluruhan menyangkut tradisi dan modernitas.
Pertama, istilah tradisi yang nyaman digunakan. Dikatakannya, musik tradisional berbeda dengan musik modern atau musik yang tidak asli karena telah terkena pengaruh luar. Musik tradisi adalah identitas yang harus dipelihara, dijaga, dan dilestarikan.
Akan tetapi lanjutnya, pada saat yang sama musik tradisional terus berubah. Bahkan oleh sebagian pihak, justru itu yang harus didorong untuk berubah.
Baca Juga: Dunia Musik Indonesia Berduka, Tepeng Steven & Coconut Treez Tutup Usia