Pakar dari Inggris Berikan Solusi untuk Indonesia agar Tragedi Kanjuruhan Tidak Terjadi Lagi, Begini Katanya!

4 Oktober 2022, 21:09 WIB
4 Fakta Mencengangkan Dibalik Tragedi Kerusuhan Kanjuruhan, dari Penghentian Liga 1 hingga Ancaman Sanksi FIFA /Instagram

JURNAL SOREANG - Seorang profesor dari Newcastle, Inggris memberikan pernyataannya terkait tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu, 1 Oktober 2022 lalu.

Menurutnya tragedi Kanjuruhan bisa menjadi sejarah olahraga sepakbola terkelam yang terakhir terjadi di Indonesia.

Profesor yang bernama Alison Hutton ini mengatakan ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memastikan tragedi Kanjuruhan tidak terjadi lagi.

Baca Juga: 2 Hal Ini Penyebab Alergi Makanan pada Seseorang yang Jarang Diketahui

Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pencahayaan stadion untuk memberi tahu penonton bahwa pertunjukan telah selesai dapat membantu mereka keluar area stadion secara tertib.

Pada dasarnya penonton dapat meninggalkan tempat dengan cara yang sama seperti ketika mereka masuk, jadi semua pintu keluar harus terbuka, dapat diakses, dan memiliki penerangan yang baik.

Di luar itu, para penggemar sepak bola di Indonesia dikenal dengan rasa antusiasme yang tinggi. Sehingga, risiko kerusuhan yang tidak terkendali harus diantisipasi.

Baca Juga: 4 Penyebab Banyaknya Korban pada Tragedi Kanjuruhan, Usai Pertandingan Liga 1

Salah satu cara mengantisipasinya adalah dengan memisahkan penonton ke beberapa zona yang berbeda, teknik ini digunakan dalam pertandingan Piala Dunia.

Cara seperti itu dapat mengurangi ketegangan di stadion karena akan meminimalisir kemungkinan para penggemar dari tim yang berbeda bertemu satu sama lain.

Polisi juga dapat membentuk barikade penghalang  namun jangan terlihat konfrontatif menjelang akhir pertandingan, untuk memberi sinyal kepada kerumunan penonton bahwa polisi ada di sana untuk mengamankan situasi. Yang terpenting, polisi tidak perlu dipersenjatai.

Baca Juga: Keren! Kemendikbudristek Tertinggi untuk Realisasi Capaian Pemakaian Produk Dalam Negeri

Di Inggris, polisi cenderung melakukan pendekatan yang “lunak” dalam menangani kerumunan, dan cara itu sukses besar.

Aparat polisi juga kerap mengenakan topi bisbol dan hoodies, bukan perlengkapan anti huru-hara seperti yang terjadi di Malang, dan hal itu telah terbukti dapat melunakkan respon massa, sehingga memungkinkan polisi untuk menerobos dan membubarkan bentrokan kecil sebelum situasi semakin panas.

Penggunaan gas air mata

Baca Juga: Video Prank KDRT Baim Wong dan Paula Verhoeven Disita, Polisi Sebut Akan Periksa Keduanya, Kapan?

Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) telah menetapkan dalam peraturan keselamatannya bahwa penggunaan senjata api atau “gas pengendali massa” oleh petugas keamanan atau polisi tidak diperkenankan.

Penggunaan gas air mata dapat mengiritasi mata dan merangsang reseptor rasa sakit, sehingga dapat menyebabkan kepanikan.

Di Malang, penggunaan gas air mata dalam situasi yang sudah meningkat secara emosional telah memperparah kepanikan dan berujung pada kekacauan.

Baca Juga: Sepak Bola Masih Berduka, Partai Liga Champions akan Ikut Mengheningkan Cipta untuk Tragedi Kanjuruhan Malang

Selain itu, walaupun orang-orang yang terkena gas air mata bisa pulih, tetap ada risiko konsekuensi kesehatan jangka panjang, terutama bagi mereka yang terpapar dalam dosis besar dan orang-orang dengan kondisi medis tertentu.

Penggunaan gas air mata adalah keputusan yang buruk dan telah memperburuk situasi.

Presiden FIFA Gianni Infantino bahkan sampai menyebutkan tragedi Kanjuruhan sebagai “hari kelam bagi semua yang pihak terlibat dalam persepakbolaan dan tragedi yang sulit dipahami”.***

Editor: Siti Nieke Noviyanti

Sumber: The Conservation

Tags

Terkini

Terpopuler