JURNAL SOREANG - Jika sepakbola lebih mahal daripada nyawa maka kita akan memilih hidup tanpa sepak bola.
Sebuah kalimat yang dapat menggambarkan tentang tragedi yang terjadi di stadion Kanjuruhan Malang.
Label Liga dagelan bahkan Liga settingan bahkan telah lama menghinggapi nama besar Liga 1 Indonesia.
Namun tampaknya bertambah satu lagi gelar itu yaitu Liga tragedi, tragedi yang telah merenggut ratusan nyawa tak hanya dari pihak suporter tapi juga dari pihak kepolisian.
Bahkan ada balita diantara korban jiwa di sana kemarahan para suporter yang turun ke lapangan.
Memaksa terjadinya gesekan antara tubuh suporter dan pihak pengamanan dengan yang satunya pamit ke keluarga untuk menonton sepak bola.
Sedangkan yang satunya lagi pamit untuk mengamankan pertandingan, namun keduanya pulang hanya tinggal nama.
Ini bukan lagi sebuah kecelakaan, namun telah menjadi sebuah tragedi tragedi yang menunjukkan jika menonton sepak bola di negeri ini bukan lagi hanya sekedar hiburan belaka.
Tetapi seperti kita memasuki lorong yang bertulis 'welcome to the most dangerous football in the world'.
Baca Juga: Ternyata Bisa Turunkan Kadar Kolesterol Tinggi, Cobalah 8 Ide Sarapan Sehat Ini!
Tragis memang mendengar kabar duka ditM tengah malam kemarin, dengan rilis pasti jumlah korban di sana sekitar 125 nyawa hilang dalam tragedi Kanjuruhan tersebut.
Tak bisakah sedikit saja kita belajar dengan apa yang terjadi saat Barcelona melawan Cadiz beberapa waktu lalu?
Ketika pertandingan berlangsung tepatnya di menit 81 ada seorang suporter yang tiba-tiba mendapat serangan jantung.
Seketika pertandingan berhenti lebih dari sejam tim medis kedua tim bahu membahu untuk menyelamatkan nyawa suporter ini.
Satu nyawa yang begitu berarti bagi seluruh manusia yang ada di stadion karena mereka sadar ini hanyalah sepak bola.
Hiburan yang secinta apapun kita terhadap tim tersebut tentu muaranya hanya sebagai hiburan.
Karena memang sejatinya sepak bola hanyalah hiburan bukan menjadi kuburan fanatisme dan gengsi berlebihan yang dibalut karena harga diri.
Tampaknya hal itu membuat kita semakin mundur untuk memahami konsep menikmati sepak bola.
Karena masa bodo dengan harga diri jika akhirnya menimbulkan tragedi dan kita akan menerima sebuah kenyataan pahit.
Baca Juga: Link Twibbon Maulid Nabi dan Cara Menggunakannya, Klik di Sini!
Kini tragedi Kanjuruhan akan masuk ke dalam tiga besar tragedi sepak bola paling banyak memakan korban jiwa di seluruh dunia.
Dimana tragedi itu terjadi sebagian besar di tahun 2000 ke bawah, namun bangsa kita mengalami itu di tahun 2022.
Di saat penikmat sepak bola di seluruh dunia menggabungkan kata respect untuk tak saling hujat dan merendahkan.
Namun di negeri kita justru masih belum lolos ujian jika sepakbola lebih penting daripada nyawa manusia.
Dan di mata dunia jelas kita gagal menjadi negeri sepak bola, duka ini memang akan redup seiring berjalannya waktu para korban mulai terlupakan.
Hashtag pun akan tenggelam dan para suporter akan kembali bergembira dan memberikan dukungannya.
Tapi akan ada ibu yang seumur hidupnya akan membenci sepak bola, ada anak yang jadi yatim piatu hingga ayah yang kehilangam jagoannya.***