Kejari Morotai Cecar Penyidik Polres Morotai, Lantaran Tolak Laporan Tim Satgas BBM, Ini Alasannya

- 26 Oktober 2023, 11:02 WIB
kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Pulau Morotai. /Ranto Daeng/ Badu JurnalSoreang
kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Pulau Morotai. /Ranto Daeng/ Badu JurnalSoreang /

JURNAL SOREANG - Kejari Kepulauan Pulau Morotai, Maluku Utara Sobeng Suradal akhirnya buka suara soal kasus dugaan Penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis minyak tanah.

Hal tersebut lantaran, pihak penyidik Polres Pulau Morotai dikabarkan menolak laporan Tim Satgas BBM yang dilaporkan pihak Satpol PP, Linmas dan Damkar Pulau Morotai pada Selasa, 24 Oktober 2023 lalu.

Menanggapi hal itu, Sobeng menilai tindakan penyidik, dengan menolak laporan tim Satgas BBM adalah langkah konyol yang dilakukan penyidik.

Baca Juga: Worldwide Howl at the Moon Night? Ketahui Sejarah dan Cara Merayakannya!

"Jadi kalau kepolisian menolak menindaklanjuti temuan dugaan tindak pidana dengan alasan satgas BBM tidak ada surat tugas atau surat perintah penyitaan, penyisihan barang bukti dan lain-lain itu alasan yang sangat konyol," katanya menjelaskan Selasa, 24 Oktober 2023.

Kata Sobeng, yang namanya menangkap tangan terhadap orang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana itu bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk oleh masyarakat awam juga diperbolehkan.

"Baru kemudian diserahkan kepada yang berwajib atau berwenang untuk menanganinya. Jadi kalau kepolisian menolak laporan masyarakat dengan alasan masyarakat melakukan penangkapan tidak ada dasar suratnya, terus siapa yang harus mengeluarkan surat perintah penangkapan," ujarannya.

Sobeng menjelaskan, tugas tim Satgas BBM adalah sebagai bentuk pengawasan, karena ditemukan adanya dugaan penyimpangan atau tindak pidana. Maka dilakukan pengamanan terhadap barang bukti. 

Baca Juga: PLN Miliki Plant Pertama di Indonesia Hasilkan Green Hydrogen, Kementerian ESDM: PLN Miliki Cara Paling Cepat

"Nah, karena masyarakat atau satgas tidak bisa melakukan upaya paksa sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana, maka selanjutnya diserahkan kepada aparat penegak hukum yang berwenang guna dilakukan tindakan lebih lanjut,"katanya.

Sobeng menganalogikan ketika masyarakat menangkap orang yang diduga pelaku pencurian bersama barang bukti dari hasil curiannya 10 karung beras, kemudian pelaku diserahkan ke kepolisian bersama sampel barang bukti 1 karung beras, terus apa polisi harus minta surat-surat penangkapan, penyitaan dari masyarakat.

"Itu kan tugas dan kewenangan polisi, makanya diserahkan kepada polisi untuk dilakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan hukum acaranya,"ucap Sobeng.

Lanjut Sobeng, contoh lain polisi melakukan patroli kemudian mendapatkan kejadian suatu tindak pidana, lalu polisi itu menangkap terduga pelakunya bersama barang buktinya, apakah mereka sudah harus punya surat perintah penangkapan dan surat penyitaan.

Baca Juga: Disnaker Ciamis Gelar Pelatihan Kerja Kompetensi Teknologi dan Informasi Selama 12 Hari

"Pasti belum ada toh, makanya terduga dan barang bukti akan dibawah ke kantor polisi untuk dilakukan tindakan-tindakan sesuai dengan ketentuan hukum acaranya. Masa masyarakat laporan polisi sudah bicara praperadilan, belajar hukum dari mana itu,"semprotnya.

"Kalau masyarakat mengamankan dan melaporkan dugaan suatu tindak pidana, bukan surat-surat tugas yang harus ditanyakan kepada masyarakat, tetapi bukti-bukti permulaannya yang mestinya ditanyakan," terangnya.

Sobeng menambahkan, untuk menentukan ada atau tidak adanya tindak pidana dalam laporan masyarakat, itulah tugas polisi, bukan pelapor.

"Ini bisa dinilai bahwa rusak sudah penegakan hukum di Indonesia, jika pengetahuan hukumnya seperti itu," tegas Sobeng.***

Editor: Yoga Mulyana

Sumber: Liputan lapangan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x