JURNAL SOREANG- Rifa Anggyana, mahasiswa Program Doktor PKn UPI menyatakan, kewarganegaraan seksual (sexual citizenship) mungkin ungkapan ini masih tabu terdengar di telinga beberapa orang.
Pembahasan tentang kewarganegaraan seksual ini menjadi sebuah hal yang jarang didengar oleh masyarakat.
"Namun, hal ini sangat penting untuk keberlangsungan hidup bermasyarakat. Kebijakan yang ramai tentang kewarganegaraan seksual ialah tentang hak-hak kaum minoritas yaitu kaum LGBT," kata Rifa, Sabtu 6 November 2021.
Dia menambahkan, LGBT di Indonesia sendiri mengalami diskriminasi karena dianggap sebagai penyakit sosial atau sebagai pelanggaran terhadap norma agama.
"Era digitalisasi saat ini membawa dampak positif maupun negatif terhadap situasi dan kondisi dalam kehidupan sehari-hari. Seperti, tata pergaulan dan kerjasama antar bangsa yang berlangsung cepat, sehingga terjadilah saling bertukarnya pola hidup, nilai-nilai budaya, pola fikir, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya," katanya.
Melalui kontak yang relatif cepat pula dampak negatif era digitalisasi saat ini di antaranya menggerogoti moral dan menggeser pola pikir masyarakat dunia.
"Di era digitalisasi saat ini perkawinan sejenis sudah dianggap biasa. Perkawinan sejenis ini kecenderungan tertarik kepada orang lain yang sejenis, laki-laki menyukai laki-laki, perempuan menyukai perempuan yang sudah dianggap biasa oleh masyarakat," katanya.