“Dan nanti setelah mendapat arahan dari Presiden, kita kembali duduk bersama dengan Komsi VIII. Kita sama-sama sampaikan ke masyarakat, soal apa kebijakan yang paling tepat demi kemaslahatan dan kemanfaatan masyarakat. Demi terjaganya hifdzun nafs, keselamatan jiwa bagi warga negara kita,” sambungnya.
Sementara itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mensinyalir bila haji akan diselenggarakan di 2021, maka akan ada pembatasan ketat terhadap sejumlah ritual ibadah. Karenanya Menag meminta calon jemaah maupun petugas haji bersiap menghadapi hal tersebut.
“Dampak dari penerapan prokes ketat adalah adanya sejumlah pembatasan bagi jemaah dalam menjalani ibadah,” kata Gus Yaqut.
Pembatasan ini, lanjut Menag, diperkirakan juga akan diterapan pada prosedur pelaksanaan ibadah saat puncak haji. Baik di Arafah, Muzdalifah, Mina, dan saat lontar jumrah. “Termasuk juga saat pelaksanaan umrah wajib dan thawaf ifadlah. Semua harus dilaksanakan sesuai jadwal dan ketentuan yang ditetapkan dengan menerapkan protokol kesehatan ketat,” imbuh Menag.
Pembatasan masa tinggal menurut Menag juga akan berdampak pada pelaksanaan sejumlah ibadah sunah. Salah satunya, penyelenggaraan arba’in atau salat berjemaah 40 waktu di Masjid Nabawi. “Karena masa tinggal di Madinah hanya sekitar tiga hari, maka dipastikan jemaah tidak bisa menjalani ibadah Arbain,” jelas Menag.
Meskipun hingga kini belum ada kepastian keberangkatan Ibadah Haji 2021 dari Arab Saudi, Pemerintah Indonesia terus menyiapkan berbagai skenario, termasuk bila jatah pemberangkatan jemaah yang diperoleh hanya 1,8% dari kuota normal atau sekitar 3.660 orang saja.
Baca Juga: 8 Hal Ini Tidak Akan Ada di Surga, Simak Ya
“Skema kuota 1,8% dari kuota normal (221.000), mengacu pada informasi mengenai kemungkinan besaran kuota haji untuk jemaah dari luar Saudi sebanyak 45.000 dari besaran jumlah jemaah haji setiap tahunnya yang berkisar sebanyak 2,5 juta jemaah baik dari dalam negeri Arab Saudi maupun dari luar Arab Saudi,”kata Gus Yaqut.***