Yang masih menjadi pertanyaan sampai sekarang adalah alasan di balik hilangnya kontak dengan KRI Nanggala 402 pada saat kejadian. "Harusnya ada kontak tapi tidak ada. Itu yang kita tanda tanya," tuturnya.
Ali melanjutkan, apalagi kapal selam sulit dideteksi di bawah laut karena gelombang akustik tidak berjalan lurus tergantung pada temperatur, salinitas dan tekanan air laut.
"Kapal selam dan kendaraan perang lainnya juga tidak ada blackbox," tambah Ali. Hal tersebut menyebabkan kesulitan pengungkapan penyebab tenggelam KRI Nanggala 402. Jalan satu-satunya hanya dengan mengangkat bangkai kapal selam ke permukaan untuk kemudian diteliti.
Terkait faktor eksternal, Ali membeberkan, menurut oceanografer Dr. Adi Purwandana dan Dr. Adi Susatyo, di Selat Lombok dan utara Bali ada pusaran bawah laut yang cukup kuat pada saat kejadian tanggal 21 April 2021.
"Pusaran itu disebut Internal Solitary Wave," sambungnya. Tidak akan ada dalam informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) karena kapasitas dan tanggung jawab BMKG hanya meneliti permukaan saja, bukan bawah laut.
"Internal Solitary Wave bisa jadi akan berpengaruh banyak terhadap kapal selam karena arusnya menarik kapal ke dasar laut lebih cepat," terang Ali.
Pada peristiwa tenggelamnya KRI Nanggala 402, posisi kapal selam sedang dalam proses menyelam.
"Sudut trim yaitu ke belakang, ke depan, oleng, dan angguk jadi agak ekstrim sehingga menyebabkan kapal tambah jatuh, apalagi kemudi selam sedang dibuka," jelasnya.Klik
Baca Juga: Belanja Makanan dan Obat Secara Online, Badan POM: Jangan Asal Klik!