Harusnya Berjalan Seimbang, Pemahaman Masyarakat Terhadap Protokol 3M dan 3T Justru Masih Timpang

12 November 2020, 21:04 WIB
Dialog ‘Optimisme Masyarakat terhadap 3T (Tracing, Testing, Treatment)’ /

JURNAL SOREANG -  Meskipun kapasitasnya sudah memenuhi standar dari organisasi kesehatan dunia (WHO), pemeriksaan (tes) Covid-19 di Indonesia masih terkendala kesadaran masyarakat yang terindikasi kontak erat, untuk memeriksakan diri.

Menurut Penasihat Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Monica Nirmala, ada tiga indikator yang menjadi standardisasi pemeriksaan Covid-19 yakni jumlah spesimen, kecepatan hasil pemeriksaan, dan rasio positif.

“Di Indonesia angka testing rata-rata mencapai 24.000-34.000 orang per hari,” ujar Monica dalam Dialog ‘Optimisme Masyarakat terhadap 3T (Tracing, Testing, Treatment)’ yang diselenggarakan oleh Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Kamis 12 November 2020.

Baca Juga: Apdesi Kabupaten Bandung Siap Advokasi Kades Tenjolaya Ismawanto Somantri

Dari segi kapasitas laboratorium yang dimiliki, kata Monica, Indonesia juga sangat memadai dalam melakukan pemeriksaan sesuai standar WHO. 

Kapasitas tes di laboratorium itu saat ini hampir mencapai 80.000 spesimen per hari.

“Kendalanya justru pada individu, ketika seseorang menunjukkan gejala Covid-19, kontak eratnya takut untuk memeriksakan diri. Padalah setiap orang harus mengambil peranan untuk memutus rantai dengan berpartisipasi kooperatif menerapkan 3M dan 3T,” tutur Monica.

Baca Juga: Dugaan Pelanggaran Kades Tenjolaya Ismawanto Somantri Disorot Pimpinan 4 Parpol Koalisi Bedas

Seperti diketahui, strategi pemerintah dalam penanganan dan memutus mata rantai Covid-19 adalah protokol kesehatan 3M (mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak) serta Tracing, Testing dan Treaten (3T).

Menurut Monica, masyarakat saat ini sudah sangat mengenal 3M yang memang kampanyenya dilakukan lebih dulu dan gencar.

Namun pemahaman terhadap penerapan praktik 3T di masyarakat, masih perlu ditingkatkan.

Baca Juga: Perdagangan Gading Gajah Diungkap, Oknum Guru SMK diciduk Polisi

“3M banyak membicarakan tentang peran kita sebagai individu. Sementara 3T berbicara tentang bagaimana kita memberikan notifikasi atau pemberitahuan pada orang di sekitar kita untuk waspada. Jadi memang ada satu proses yang tidak hanya melibatkan individu tapi juga orang yang lebih banyak,” kata Monica.

Monica menambahkan, 3T terdiri dari tiga kata yaitu pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment).

Pemeriksaan dini menjadi penting untuk bisa mendapatkan perawatan dengan cepat sekaligus menghindari potensi penularan kepada orang lain, terutama keluarga atau orang yang disayangi lainnya.

Baca Juga: Jangan Takut. Temukan Indikasi Pungutan Liar (Pungli) di Kabupaten Bandung, Laporkan Ke Alamat Ini

Sedangkan pelacakan, dilakukan pada kontak-kontak terdekat pasien positif COVID-19.

Setelah diidentifikasi oleh petugas kesehatan, kontak erat pasien harus melakukan isolasi atau mendapatkan perawatan lebih lanjut.

“Seandainya ketika dilacak, si kontak erat menunjukkan gejala, maka perlu dilakukan tes, kembali ke praktik pertama(testing)”, kata Monica.

Baca Juga: Adakah Waktu Terbaik Membaca Surat Al Kahfi di Hari Jumat? Ini Penjelasannya

Sementara perawatan, akan dilakukan apabila seseorang dinyatakan positif Covid-19.

Jika tidak ada gejala, maka orang tersebut harus melakukan isolasi mandiri di fasilitas yang sudah ditunjuk oleh pemerintah.

Sebaliknya, jika orang tersebut menunjukkan gejala, maka para petugas kesehatan akan memberikan perawatan di rumah sakit yang sudah ditunjuk oleh pemerintah.

Baca Juga: Doa agar Lahir Generasi Imtak (3)

Senada dengan Monica, Managing Director IPSOS Indonesia Soeprapto Tan mengatakan, hasil survey menunjukan bahwa 99 persen masyarakat mengaku paham terhadap 3M.

Namun ketika berbicara soal 3T, masih ada 29 persen masyarakat yang belum paham.

Artinya, kata Soeprapto, masyarakat masih menganggap perilaku 3M dan 3T sebagai dua hal yang terpisah.

Baca Juga: Sembilan Artis Indonesia Masuk Daftar 100 Wanita Tercantik di Dunia 2020, Agnez Mo Salah Satunya

Padahal kenyataannya , kedua hal tersebut merupakan satu paket dalam memutus mata rantai penularan Covid-19.

“Kampanye 3M di awal-awal sangat kencang sekali dan terus berjalan sampai sekarang. Jika 3M tidak berjalan, maka 3T pasti akan lebih parah. Sekarang 3M sudah berjalan, saatnya kita mulai membicarakan 3T,” tutur Soeprapto.

Menurut Soeprapto, salah satu faktor yang menghambat kampanye 3T adalah ketakutan atas stigma masyarakat. 

Baca Juga: Waspadai Kutu Kemaluan Kalau Tidak Mau Merasakan Hal Ini

Oleh karena itu, pemerintah perlu mengimbau masyarakat agar tidak mengucilkan pasien positif Covid-19, tetapi justru memberikan dukungan dan keprihatinan agar stigma negatif di mata publik bisa menghilang.

Hal itu harus segera dilakukan, karena meskipun vaksin sudah ditemukan dan nantinya bisa didistribusikan, perilaku 3M dan 3T harus tetap dijalankan.

“Kalau misalkan mendapatkan vaksin Mei atau Juni 2021, kebiasan terhadap 3M dan 3T harus tetap kita jalankan sampai pemerintah benar-benar memberikan informasi bahwa Covid-19 sudah tidak ada, ” tutur Soeprapto.

Baca Juga: Lomba Jenis Baru Ini Malah Tak Ada Juaranya

Sebelum itu, kata Soeprapto, 3M dan 3T masih menjadi “vaksin” paling ampuh untuk melawan Covid-19.***

Editor: Handri

Sumber: KPCPEN

Tags

Terkini

Terpopuler