UU ITE Merugikan Perempuan Korban Kekerasan, Benarkah?

13 Februari 2023, 07:58 WIB
Ilustrasi UU ITE Merugikan Perempuan Korban Kekerasan /Pexels/

JURNAL SOREANG - LBH APIK Jakarta sebagai salah satu lembaga yang berkontribusi terhadap penyelesaian kasus-kasus kekerasan pada perempuan pernah membuat survei pada tahun 2022 mengenai UU ITE. Survei tersebut berisi mengenai kajian-kajian terhadap dampak UU ITE terhadap perempuan korban.

Survei tersebut menyebutkan bahwa pada sekitar tahun 2020-2021 terdapat setidaknya ada 141 putusan pengadilan yang memberikan dakwa pada perempuan dengan menggunakan pasal 27 ayat 1 dan 3 UU ITE dari tahun ke tahun. Putusan yang menggunakan pasal 27 ayat 1 serta 3 terus meningkat dari waktu ke waktu.

Fitur dalam platform digital pun sering dijadikan bukti. Seperti pesan grup pada Facebook atau post Intagram, Status WhatsApp dan Story Instagram, Pesan pribadi Facebook, Komentar pada Fcaebok serta pesan pribadi Facebook.

Baca Juga: Hoki Akhir Februari 2023! 3 Shio Ini Bisnisnya Maju Pesat dan Laris Manis

Kasus kekerasan terhadap perempuan menjadi alasan terbanyak mengapa banyak perempuan didakwa menggunakan pasal 27 ayat 1 dan 3. Bentuk kekerasan yang dialami pun beragam seperti kekerasan dalam pacaran, kekerasan dalam rumah tangga, eksploitasi seksual, diskriminasi, serta melakukan pembelaan terhadap kasus kekerasan seksual yang dialami.

Ragam sanksi pun dijatuhkan kepada perempuan. Hingga hanya dua putusan yang menyatakan bahwa perempuan dapat terbebas dari dakwaan. Namun sebagian besar banuak yang dipidana.

LBH Apik pun melakukan analisis lebih lanjut mengenai 141 putusan yang telah dijelaskan sebelumnya. LBH Apik menyebutkan bahwa menemukan danya pergesaran mengenai makna kesusilaan dari persfektif hakim.

Baca Juga: Usut Kasus Pembunuhan oleh Oknum Densus 88, Polda Metro Metro Jaya: Dipastikan Bakal Transparan

Pertama yaitu materi konten yang memiliki muatan pornografi, muatan berisi mengenai pelanggaran terhadap aturan yang berlaku, tindakan yang tidak memiliki kesesuaian atau melanggar norma dalam masyarakat. Serta hakim juga menganggap bahwa perbuatan kesusilaan adalah sebuah pencemaran nama baik, penghinaan, serta caci maki menggunakan kata-kata kotor.

LBH Apik menyebutkan bahwa dari 141 putusan hakim memaknai kesusilaan hanya memiliki keterfokusan terhadap muatan konten namun tidak menghiraukan seperti apa muatan konten tersebut yang dimana ada latar belakang motif tersebut terjadi.

Lebih lanjut LBH Apik memaparkan bahwa pemahaman hakim yang seperti ini akan menjadi bumerang bagi korban. Hingga perempuan korban berakhir dikriminalkan karena permasalan tersebut.

Baca Juga: Tes Kepribadian : Temukan Apa yang Berbeda dari 2 Gambar dan Simak Sisi Unikmu Selengkapnya

Mengenai permasalahan ini maka LBH Apik Jakarta dalam instagramnya mendesak dua hal.

Pertama DPR serta pemerintah pusat menghapuskan pasal 27 ayat 1 dan 3 serta pasal-pasal lain yang akan mengkriminalkan peremouan korban dalam UU ITE.

Kedua, mendorong masyarakat untuk ikut serta mengawal revisi UU ITE agar UU tersebut berpihak kepada perempuan korban.***

 

 

Ikuti terus dan share informasi Anda di media sosial Google News Jurnal SoreangFB Page Jurnal SoreangYouTube Jurnal SoreangInstagram @jurnal.soreang, dan TikTok @jurnalsoreang

 

Editor: Josa Tambunan

Sumber: Instagram @LBHAPIK.JAKARTA

Tags

Terkini

Terpopuler