Foto Anies Baswedan Baca Buku Jadi Tuai Pro Kontra, Wagub DKI: Pemimpin Lain Biasa Baca Buku

24 November 2020, 16:57 WIB
Foto Anies Baswedan /Twitter @aniesbaswedan

JURNAL SOREANG - Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria akhirnya angkat bicara setelah foto Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membaca buku karangan Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, How Democracies Die menuai pro dan kontra.

Ia meminta masyarakat menyikapi secara bijak karena membaca adalah hal biasa bagi Anies.

Tidak itu saja, banyak pemimpin juga yang membaca buku dengan berbagai macam judul.

Baca Juga: Diduga Indisipliner, Dua Pemain Timnas U-19 Dipulangkan Dari TC

"Pak Anies dan banyak pemimpin lainnya biasa baca buku. Judulnya macam-macam. Mulai dari judul soal agama sampai seni budaya. Jadi, saya kira, kita sikapi secara bijak. Nggak usah berlebihan," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Selasa 24 November 2020.

Menurut Riza, membaca buku biasa dilakukan oleh para pemimpin dunia dengan berbagai topik dan judul.

"Pemimpin membaca buku itu biasa. Sesuatu yang baik dengan berbagai judul. Jadi, tidak usah ditafsirkan berlebihan," ujar Riza seperti dilansirkan Antara.

Baca Juga: Kebutuhan Guru PPPK Mencapai 1 Juta Guru Di Sekolah Negeri

Seperti diketahui Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membagikan aktivitasnya pada Ahad pagi, 22 November 2020 melalui akun Twitternya @aniesbaswedan.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mengunggah fotonya saat sedang membaca buku.

"Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi." tulis Anies dalam keterangan unggahannya.

Baca Juga: Miris, Lima Juta Hektare Hutan Indonesia Terbakar atau Dibakar

Dalam foto yang dibagikan, Anies berkemeja putih lengan pendek dan sarung merah tua dengan motif kotak-kotak kecil.

Anies duduk dan terlihat membaca buku "How Democracies Die" bersampul hitam yang senada dengan jam tangan digitalnya.

Latar belakang rak buku coklat kayu berukuran sedang sejajar dengan rak kabinet yang di atasnya terdapat beberapa foto keluarga.

Baca Juga: Bupati DN: Gedung PWI Sempat Jadi Gedung Jurig

Analis politik Exposit Strategic, Arif Susanto, menjelaskan, konteks isi buku How Democracies Die mengacu pada terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat.

"Tapi tidak semata-mata membahas Amerika Serikat," kata dia, Senin 23 November 2020.

Arif memaparkan, kedua penulis How Democracies Die menyuguhkan pandangan berbeda. Kedua penulis, Daniel Ziblatt and Steven Levitsky menunjukkan fenomena terkini bahwa, demokrasi bisa berakhir tidak dengan cara runtuh.

Baca Juga: Dibangun Sejak Era Bupati Obar Sobarna Kini Sekretariat PWI Baru Direhab Total

“Demokrasi bisa juga runtuh pelan-pelan." Fenomena ini disebut Ziblatt dan Levitsky dengan baby step.

Arif merangkum tiga pemikiran Ziblatt dan Levitsky.

Pertama, ancaman terhadap demokrasi bisa berasal dari sebuah pemerintahan yang terpilih lewat pemilu. Kedua, demokrasi terancam pelan-pelan, salah satunya dengan menghalangi kebebasan.

Baca Juga: Mantul, Ospek Mahasiswa Diisi Pelatihan Menulis Artikel Ilmiah

Ketiga, demokrasi berpeluang melahirkan demagog atau pemimpin yang berlagak memihak kepada rakyat (populis), tapi justru menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Sehingga, masyarakat terpolarisasi, dalam bahasa mudah diadu domba.

"Mirip dengan di Indonesia dalam dua pemilu terakhir," tuturnya.***

Editor: Sam

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler