JURNAL SOREANG - Sebelum Yusuf mendapatkan amanah sebagai bendahara negara, ia berkata kepada raja mesir sebagaimana digambarkan. Allah dalam firman-Nya. "Berkata Yusuf: Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah yang pandai menjaga lagi berpengetahuan." (QS. Yusuf [12]:55)
Ayat tersebut merupakan dalil bahwa seseorang yang mempunyai kemampuan dalam sebuah bidang tertentu boleh meminta jabatan atau kekuasaan terhadap urusan tersebut.
Artinya, seseorang boleh mengajukan diri menjadi pemimpin jika ia yakin mampu dan ia tidak melihat orang lain yang lebih mampu daripada dirinya. Mampu dalam hal ini bisa jadi mampu dari segi keahlian maupun dari kejujujuran, adil dan amanah.
Jika tidak demikian, jangan pernah meminta jabatan karena jabatan merupakan amanah yang besar pertanggung jawabannya baik di dunia maupun di akhirat.
Mengajukan diri sebagai seorang pemimpin tidak boleh berdasarkan ambisi pribadi, karena ambisi jelas datangnya dari hawa nafsu.
"Rasulullah Saw., bersabda kepadaku, 'Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta sebuah jabatan. Sebab, jika diserahkan kepadamu jabatan dengan memintanya, maka kamu akan terbebani dengan jabatan tersebut. Namun jika kamu memperoleh jabatan itu tanpa memintanya, maka kamu akan dibantu dalam mengemban jabatan tersebut." (HR. Muslim).
Dalam memimpin negara, Nabi Yusuf diberikan pemahaman dan hikmah oleh Allah Swt., sebagaimana yang termaktub dalam surat Yusuf ayat 22: "Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS. Yusuf [12] : 22)