Tak Kalah dengan Perguruan Tinggi Lain Ternyata Sunda Juga Manggung di Universitas Kristen Maranatha

3 Maret 2024, 15:54 WIB
Ilustrasi seni budaya Sunda. Kasundaan rupanya sedang menggeliat di Universitas Kristen Maranatha. Terbukti untuk kali ketiganya Program Studi Sarjana Seni Rupa Murni –Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Universitas Kristen Maranatha kembali menggelar Seminar Nasional Budaya Sunda, pada kamis /

JURNAL SOREANG - Kasundaan rupanya sedang menggeliat di Universitas Kristen Maranatha. Terbukti untuk kali ketiganya Program Studi Sarjana Seni Rupa Murni –Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Universitas Kristen Maranatha kembali menggelar Seminar Nasional Budaya Sunda, pada  kamis 29 Februari 2024.

Seminar yang dibuka langsung oleh Rektor UK Maranatha Prof. Sri Widiyantoro (Prof. Ilik) kali ini bertajuk “ Sunda Manggung”.

Acara yang berlangsung Maranatha Art Gallery Gedung B Lt.5 Seni Rupa Murni, FSRD UK. Maranatha  Jl. Surya Sumantri  No.65 Bandung, menampilkan beberapa pembicara pakar di bidangnya.

 

Yaitu Prof.Dr. Arthur S. Nalan, S.Sen.M.Hum, (Guru Besar Sosiologi Seni ISBI Bandung) dan  Prof. Dr.  Reiza D Dienaputra, M.Hum  (Guru Besar Sejarah Unpad), dengan Moderator  Dr.Ismet Zainal Effendi, S.Sn., M.Sn. Sedangkan pada Sesi 2 menampilkan  Bah Enjum, Sanggar Reak Tibelat, dengan Moderator Willianto Wirawan, S.Sn.

Selain para pembicara, hadir dalam kesempatan tersebut, Ketua Program Studi Pendidikan Seni Rupa FPSD UPI Warli Haryana dan beberapa dosen FPSD UPI lainnya.

Seperti Kang Hery, Kang Harry, Kang Anton dari Griya Seni Popo Iskandar Bandung, Pendeta Hariman, Dekan FSRD UK Maranatha Irena Vanessa Gunawan, serta para mahasiswa dan para personil Sanggar Reak Tibelat Ujungberung Bandung.

Baca Juga: Sunda atau Jawa yang Terlebih Dahulu Menduduki Daerah Jawa?

“Patut dipuji Program Studi Sarjana Seni Rupa Murni FSRD  UK Maranatha pada tahun ini sudah menyelenggarakan kali ketiga Seminar Nasional Budaya Sunda.

"Kalau Unpad atau Unpas yang menyelenggarakannya mungkin itu sudah biasa, tapi ini Universitas Kristen Maranatha, “ demikian bisik peserta seminar yang tidak mau disebutkan namanya yang duduk di sebelah.

Setelah ditanyakan wartawan kepada  Ketua Panitia Wawan Suryana S.Sn., M.Sn, dia mengatakan,

“Kami memang sudah tiga kali menggelar Seminar Nasional Budaya Sunda seperti ini. Kami juga merasa bertanggung jawab terhadap keberlangsungan kesenian- kebudayaan daerah dimana kami berada. Walau kita beragam, tapi kebetulan kita punya semangat yang sama, keinginan yang sama, maka terwujudlah Seminar  Nasional Budaya Sunda ini, “ tandasnya.

 

Sebagai masyarakat akademis yang bergelut di wilayah seni, dalam hal ini seni rupa, tapi kalau bicara tetang seni-budaya cakupannya sangt luas. Garapannya tidak hanya seni lukis tapi budayanya juga harus   diketahui.

Misalnya di masyakarakat Jabar kalau bicara seni rupa orang akan ingat Lukisan Jelekong ( Bale Endah/ Ciparay , Kabupaten Bandung),  nah kalau kita bicara jelekong otomatis harus bicara budaya (Sunda).

“ Makanya sangat penting ketika kita berpikir tentang bagaimana ngamumule budaya urangRek kusaha deui lamun teu ku urang (Bagaimana melestarikan budaya kita. Sama siapa lagi kalau bukan sama kita sendiri). Intinya di situ. Jadi atas pemikiran seperti itulah ,Seminar Nasional Budaya Sunda ini terlahir, “ kata Wawan.

Baca Juga: Wayang Golek: Sejarah dan Kesenian Tradisional Sunda

Wawan berharap, acara seminar kasundaan ini menjadi ciri khas Universitas  Kristen Maranatha untuk ke depannya.  Sesuai yang dikatakannya dalam   sambutan pembukaan.

“Kampus kita ini adalah kampus masa depan,  tapi tidak lepas dari local wisdomnya (kearifan lokal ) itu sendiri. Karena dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Jadi jangan sampai kita menjadi arogan,  jadi teu nincak bumi (tidak menapak bumi /tidak melebur/membumi),  jadi apa yang kita kerjakan itu jangan sampai kacang lupa sama kulitnya,” tegasnya.

Dosen pengajar seni murni yang pernah mengenyam pendidikan STSI  Denpasar Bali- Senu Lukis dan Pedalangan Bali dan Seni Murni  Pascasarjana FPSRD -ITB  ini berharap acara seminar kasundaan ini rutin diadakan, mungkin nanti skupnya  akan lebih luas lagi jadi internasional katanya pasti.

 



Senada dengan pernyataan itu,  Kaprodi Seni Murni FSRD UK Maranatha, Ismet Zainal Effendi mengatakan pada wartawan,  lahirnya Seminar Budaya Sunda ini sebagai bentuk pertanggungjawaban pihaknya sebagai kaum  akademisi.

Dalam hal ini  Program Seni Rupa Murni  yang memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk ngamumule (melestarikan) Budaya Sunda. 

"Memang itu harus jadi kewajiban para akademisi sebagai motor atau  lokomotifnya  yang tujuannya adalah tidak lain untuk melestarikan Budaya Sunda ini  agar jangan sampai tergerus zaman,  malah kalau bisa mengikuti zaman bahkan sampai ke tingkat global," katanya.

Baca Juga: Longser: Teater Rakyat Sunda yang Memikat Hati Masyarakat, inilah Penjelasanya

“Nah seminar ini sebenarnya menjadi  ciri khas Program Seni Rupa Murni sebagai  selain bentuk  untuk memberi peningkatan citra prodi seni murni  juga sekaligus memberi wawasan pada masyarakat tentang  kebudayaan Nusantara khususnya budaya Sunda,” pungkas dosen berpenamapilan necis dengan ciri khas rambut panjang disemir dan  batu akik  menghiasi kesepuluh jarinya itu.

Sunda Manggung

Arti kata Manggung dalam terjemahan bebas bisa menunjukan Keberadaan, kejayaan, Ngalalakon,   pengalaman, kiprah  dan kegiatan dinamis lainnya.

Hal Keberadaan, kejayaan dan  kiprah Sunda dikatakan Guru Besar Sejarah Prof. Reiza Dienaputra sudah ada sejak zaman Tarumanagara dengan berbagai bukti prasastinya (Ciaruteun, Kebon Kopi, dsb.

 

Bahkan ada sejarawan yang mengatakan jauh sebelumnya ada Kerajaan Salakana Nagara, hanya kurang  bukti peninggalannya). Nah selama berdirinya Tarumanagara ( abad-5 ) hingga buraknya Pajajaran (1579 / Abad 16 M) Karajaan Sunda tidak putus-putus Manggung dan tidak pernah dijajah di Nusantara ini.

Masa lalu orang Sunda itu  sangat luar biasa, kita bisa melihat di berbagai naskah yang ditemukan dan sudah diteliti diterjemahkan,  bahwa itu  Sunda benar-benar manggung dan paling maju peradabannya.

Dengan adanya prasasti peninggalan Tarumanagara pada Abad ke-5 M (peralihan dari pra sejarah ke sejarah-karena pertama ditemukan bukti tertulis) menunjukkan Sunda adalah etnis pertama yang melek huruf. 

Baca Juga: Resep Sayur Asem Sunda Sederhana, Nikmati Hidangan Segar dengan Cara Buat yang Simpel dan Mudah

Begitu juga dari naskah-naskah kuna yang ditulis pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi 1482-1521) seperti Sanghiyang  Siksakandang Karesian yang ditulis 1518 M (1440 Saka).

Isinya menunjukan gambaran tentang pedoman etika,  moral umum untuk kehidupan bermasyarakat pada masa itu, termasuk ilmu yang harus dikuasai sebagai bekal kehidupan praktis sehari-hari.

Sehingga di dalamnya hal-hal kecil yang menyangkut etika dan moral jadi pembahasan yang detil demi menjaga rasa aman dan tenteram di masyarakat. Seperti ketika orang buang hajat atau kotoran harus tujuh langkah dari pinggir jalan, begitu juga kecing harus 3 langkah dari jalan.  Selain itu  isinya ada konsep berbakti pada keluarga dan raja.

 

Selebihnya  naskah ini menampilkan berbagai panorama budaya jaman penulisnya, berbagai keahlian (termasuk teknik perang) beserta hasil kreasi para ahlinya( termasuk berbagai kesenian), sehingga ada yang mengatakan Sanghiyang Siksakandang Karesian sebagai Ensiklopedia. 

Semua ini kata Reiza dan juga dikatakan Arthur  sangat luar biasa dan  harus terus digali agar  Budaya Sunda teu tumpur kari catur (  tidak Punah tinggal cerita).

Harus ada pewaris aktif dan peran para inohong/tokoh yang berani mawa Budaya Sunda ka jauhna- ke tingkat global.

 

Reiza juga mengatakan ada 49 juta (73%)  populasi etnis Sunda yang mendiami Jawa Barat dan ini sangat potensial untuk mendukung kebudayaannya sendiri dan beruntung selain Sunda Pituin  ( Sunda Geneologis) ada juga Sunda Sosial Budaya (sunda mukimin) yang nyaah dan peduli terhadap budaya Sunda.

“ Saya harap UK Maranatha juga jadi kolomotif pengembangan budaya Sunda”, pungkas Reiza.*** 

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler