KPK Panggil Saksi dan Telusuri Aliran Uang  Kasus Suap Wali Kota Cimahi Nonaktif Ajay M Priatna

6 Januari 2021, 17:16 WIB
Wali Kota Cimahi, Ajay M Priatna. KPK mencatat kekayaan Wali Kota Cimahi Ajay Priatna senilai Rp8 miliar yang didominasi aset tanah dan mobil. /Instagram/@ajaympriatna/

JURNAL SOREANG - Untuk mengembangkan kasus tidak pisana korupsi yang menjerat Wakil Kota Cimahi non Aktif Ajay Muhammad Priatna (AJM).

AJM terjerat kasus suap terkait perizinan di Kota Cimahi, untuk kepentingan pengembangan kasus tersebut.

Hal tersebut dikatakan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, menurutnya KPK sedang menelusuri aliran uang yang diterima AJM dari pihak swasta. 

Baca Juga: Polisi Tindak Tegas Importir Bila Ketahuan Menimbun dan Memainkan Harga Kedelai

Pada Selasa 5 Januari lalu, KPK telah memeriksa Komisaris Rumah Sakit Umum (RSU) Kasih Bunda, Kota Cimahi Hutama Yonathan sebagai saksi untuk menelusuri aliran uang tersebut.

"Saksi Hutama Yonathan dikonfirmasi terkait dengan pengetahuannya mengenai adanya dugaan pemberian sejumlah uang dari pihak swasta yang diterima tersangka AJM," kata Ali dilansir ANTARA, Rabu 6 Januari 2021.

Untuk diketahui, Hutama juga tersangka dalam kasus tersebut, namun penyidik KPK memeriksanya dalam kapasitas sebagai saksi.

Baca Juga: Jelang Pembebasan Abu Bakar Baasyir, Ini Persiapan Polisi untuk Pengamanan 

Sebelumnya, pada 28 November 2020 Ajay dan Hutama telah ditetapkan sebagai tersangka.

AJM diduga telah menerima Rp1,661 miliar dari kesepakatan awal Rp3,2 miliar terkait perizinan RSU Kasih Bunda Tahun Anggaran 2018-2020.

Adapun pemberian kepada Ajay telah dilakukan sebanyak lima kali di beberapa tempat hingga berjumlah sekitar Rp1,661 miliar. Pemberian telah dilakukan sejak 6 Mei 2020, sedangkan pemberian terakhir pada 27 November 2020 sebesar Rp425 juta.

Baca Juga: Jelang Pembebasan Abu Bakar Baasyir, Ini Persiapan Polisi untuk Pengamanan 

Sebagai penerima, Ajay disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara sebagai pemberi, Hutama disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.***

Editor: Handri

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler