Mengenal Sastrawan Ida Oka Rusmini, Inilah Puisi Kepompong Sebagai Salah Satu Karyanya

- 27 Juli 2023, 20:41 WIB
Mengenal Sastrawan Ida Oka Rusmini, Inilah  Puisi Kepompong Sebagai Salah Satu Karyanya
Mengenal Sastrawan Ida Oka Rusmini, Inilah Puisi Kepompong Sebagai Salah Satu Karyanya /Instagram /

 JURNAL SOREANG – Oka Rusmini adalah penulis puisi Noval cerita anak , cerita pendek, dan Essai serta Wartawan yang tinggal di Denpasar Bali.

Puisi Pandora karya Ida meliputi puisi Pandora dengan judul seperti ulat, kepompong, kupu kupu , 1967, Lumut, Wislawa,Larung, Benalu, ziarah, Garba, buku lain karangan pengarang Oka Rusmini yaitu tanam bumi, Koplak, Tempurung, dan saiba.

Oka mengurutkan sajak-sajak di buku ini. Dari mulai Ulat, Kepompong, Kupu-kupu, 1967, dan sajak-sajak yang mengeksplorasi tema anak (Embrio, Schipol, Pasha, Den Haag), hingga Rahib dan Jejak.

 

Deretan sajak itu tampak seperti sebuah metamorfosis tubuh. Tubuh, di tangan penyair kelahiran ini, keluar dan bahkan meloncat dari bentuk estetiknya.

Ia memperlakukan tubuh bagai sebuah menu santapan (Di meja makan kusantap tubuhku, kuteguk air mataku—sajak “Kepompong”). Inilah ketangkasan seorang Oka.

Ia menulis, memendam Bali, mencangkul masa lalu, membenturkan tradisi, meringkus pengalaman hidup, dan dengan tanpa sungkan menggasak tubuhnya sendiri demi memperoleh sebuah ars poetica.

Baca Juga: Saat Warga Tegal di Bandung Adakan Halal Bihalal, Begini Keseruannya dengan Kuliner dan Puisi Tegalan

Inilah “sayap kuat” sajak-sajak Oka, penulis yang menurut saya, menjadi salah satu wakil terpenting penyair Indonesia mutakhir. —Yos Rizal Suriaji, “Sebuah Menu Bernama Tubuh”, 2008.

Adapun karangan salah satu puisi karya yang bertema kepompong karya Ida Oka Rusmini

Kepompong

Tahun-tahun mengering. Air mata, masa lalu dan timbunan ke- busukkan menanam rohnya di tubuhku. Aku rajin merangkai- nya, kukalungkan di kepala. Tapi mana hatiku? Seorang perempuan rajin sekali menerkam tubuhku dengan mulutnya.

 

Aku mulai menyusun menu. Di meja makan kusantap tubuhku, kuteguk air mataku. Seorang perempuan datang. Sebilah pedang di matanya, seratus tentara di mulutnya. Dia minta kakiku.

Aku pun mulai pandai menanak hati, juga jantung, dengan sop darah yang kuisap dari permainan ini.

Trotoar kuimpikan jadi kubur orang-orang yang akan datang tanpa jari. Mereka akan melumat tubuhku, seperti perempuan yang meminta tubuhku, juga keringat yang kusulam jadi kertas.

Baca Juga: Suka Menulis? Kenali Puisi Yuk! Satu Seni Sastra yang Membangkitkan Kesadaran Imajinatif Seseorang

Seorang lelaki dan seorang perempuan yang menanamku mulai menanam manusia baru. Tak ada lagi wajahku. Mereka menari- nari sendiri, dengan barisan anak-anak yang pandai melepaskan busur ke jantungku.***

Editor: Sarnapi

Sumber: buku karangan Pandora karya Oka Rusmini


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x