"Oleh karena itu, pada anak-anak yang seperti itu kita harus terapi, bagaimana supaya tulangnya ini kualitasnya menjadi lebih baik dan kita harus cegah supaya tidak menjadi patah," ujar Yogi.
Ia pun menyarankan jika seseorang mengalami kondisi-kondisi seperti kanker, kekurangan vitamin D, dan mengonsumsi obat-obatan jangka panjang yang efek sampingnya membuat tulang rapuh, maka penting untuk melakukan pemeriksaan kepadatan tulang sesegera mungkin meski dia belum berusia 55 tahun.
"Kalau kita sudah tahu kita masuk kelompok berisiko, maka kita harus lakukan pemeriksaan lanjutan," katanya.
Ia menjelaskan, pemeriksaan lanjutan yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan Bone Mineral Densitometry (BMD) atau tes kepadatan tulang.
Tes ini menggunakan teknik Dual Energy X-ray Absorptiometry (DXA). Adapun tulang yang biasanya diperiksa, kata dia, adalah tulang bonggol paha dan tulang punggung.
Ia melanjutkan, pemeriksaan dapat dilakukan di laboratorium, rumah sakit, maupun klinik yang mempunyai fasilitas BMD.
"Kalau sudah tegas diagnosisnya osteoporosis, maka harus diobati. Tapi kalau masih osteopenia atau kepadatan tulang rendah tapi belum bisa diklasifikasikan sebagai osteoporosis, kita mesti cegah jangan sampai jadi osteoporosis," katanya.
Cara mencegahnya dengan memperbaiki pola makan, pola hidup, pola aktivitas, dan lain-lain. "Jadi mesti nanya ke dokter bagaimana baiknya," ujar Yogi.