Produk China Menguasai Indonesia, Ini yang Harus Kita Lakukan agar Produk Dalam Negeri Berjaya

- 22 Agustus 2023, 18:41 WIB
Ilustrasi Produk dari China
Ilustrasi Produk dari China /Xinhua

 

JURNAL SOREANG - "China dengan berani merilis rencana China 2025 yang ingin mengatakan kepada seluruh dunia kita akan mendominasi setiap industri yang muncul di masa depan, karena itu ekonomi Anda tidak akan memiliki masa depan," ujar Peter Navarro, Penasihat Perdagangan Gedung Putih Amerika Serikat yang dikutip dari Bloomberg oleh South China Morning Post.

Kata tersebut memang benar-benar terjadi. Meski negara Indonesia sudah merdeka dari penjajahan, bagi beberapa orang ini jauh dari kata merdeka. Hal ini dikarenakan banyaknya orang Indonesia yang memakmurkan negara China dengan membeli barang buatan dan produk China. Yang dimana, ini sangat menguntungkan bagi perusahaan hingga negara China, sedangkan masyarakat Indonesia yang menjual barang China hanya mendapatkan sedikit dari keuntungannya. Setidaknya itu yang disampaikan oleh Raymond Chin yang dikutip Jurnal Soreang dari channel YouTube Raymond Chin yang diupload pada 20 Agustus 2023.

Saat ini, meski ekonomi dalam negerinya stagnan, negara China masih bisa mencari untung dengan perasaan China yang menguasai dan menjajah negara lain, termasuk Indonesia. Apalagi mengingat kebanyakan masyarakat Indonesia yang ingin barang berkualitas namun dengan harga semurah-murahnya.

Baca Juga: Meski Bebas dari Segala Tuduhan, Banyak Fans Perempuan yang Tolak Mason Greenwood Bela MU

Banyak produk yang kita pakai sehari-hari berasal dari China. Mulai dari Xiaomi, Huawei, Tiktok, Mobile Legend, dan masih banyak lagi. Sleain menghancurkan brand lokal, beberapa brand China di Indonesia ada yang berkontribusi pada market share di Indonesia. Contohnya market share smartphone. Ada hal unik dari fenomena Tiktok dan Skintific.

Untuk Skintific yang dianggap banyak masyarakat Indonesia adalah produk lokal, nyatanya Skintific adalah produk China, meski menurut pencarian Google, Skintific adalah perusahaan Kanada yang berkedudukan di Norwegia. Mengapa terjadi demikian? Bagaimana bisa China yang dahulunya negara sangat miskin bisa menjajah perekonomian hampir seluruh negara di dunia?

Meski kita punya kelebihan yang hampir mirip dengan China, seperti bonus demografi dan harga buruh yang murah, tapi kenapa Indonesia kalah dan barang buatan China laris dipasaran Indonesia? Menurut Raymond Chin, pemerintah China memang cerdik. Di tahun 1978, Presiden China saat itu, Deng Xiaoping membuka keran investasi untuk perusahaan luar negeri di Shenzen, China. Saat itu, Shenzen punya KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) untuk menampung investasi dari negara lain.

Baca Juga: Usai Sehari WFH, Bagaimana Kondisi Udara di Jakarta? Cek Indeks Kualitasnya, Malah Makin Memburuk?

Harapan dari Deng Xiaoping adalah agar memberikan pekerjaan kepada masyarakat China yang saat itu masih banyak yang mengalami kelaparan berat dan kemiskinan ekstrim. Dengan bekerja di pabrik dari perusahaan luar negeri, masyarakat China yang saat itu juga pendidikannya rendah mendapat pekerjaan untuk menghidupi keluarganya. Sehungga taraf hidup masyarakat China naik. Selama 40 tahun kedepan, perekonomian Shenzen naik lebih dari 13 ribu kali lipat.

Selain itu, pemerintah China sangat pintar dalam investment. Pendapatan China dari pemasukan pajak dan lainnya ada yang dialokasikan untuk savings rate. Savings rate adalah uang yang disimpan negara untuk diinvestasikan buat mengembangkan negaranya. Savings rate negara boleh tinggi, jika tidak digunakan dengan tepat sasaran, bisa-bisa negara tersebut akan kembali miskin. Savings rate yang tidak tepat adalah subsidi yang tidak efektif atau bantuan makanan.

Meski Savings rate negara China diposisi kedua di negara berkembang Asia setelah Singapura, negeri Tirai Bambu itu menginvestasikannya di sektor teknologi, infrastruktur, dan edukasi. Secara sederhananya, pemerintah China mengajak orang atau perusahaan untuk bekerja atau membuka usaha di China agar masyarakatnya lebih maju.

Baca Juga: Sapi Kotak, Burger Enak se-Tangerang Raya di Pasar Lama Tangerang, Burgernya Macam di Fast Food

Bahkan, sistem edukasi dasar China termasuk nomor satu di dunia. Maka tidak heran jika orangtua di negara China ingin anaknya menjadi yang terbaik hingga juara srrta membangun karakter. Selain itu, tenaga guru di luar negeri juga digaji hingga puluhan juta Rupiah per bulannya.

Untuk investasi luar negeri, Deng Xiaoping saat itu lebih fokus ke sektor manufaktur yang dimana tidak mengharuskan pekerjanya punya skill khusus. Meski hal itu sudah dilakukan pada era Soeharto dengan datangnya Freeport di Papua, namun sayangnya pekerjaan di Freeport membutuhkan skill khusus untuk bisa bekerja disana. Namun masyarakat Indonesia hanya secuil yang bekerja disana karena itu.

Sebenarnya, Indonesia juga bisa mengikut langkah China meski menjunjung tinggi demokrasi. Saat ini, China butuh stimulus yang besar untuk meningkatkan GDP. Falam dua tahun terakhir, perekonomian China melambat. Faktornya sektor konsumsi China yang stagnan, dan sulitnya mencari orang berkualitas untuk bekerja dengan gaji murah. Kalau sudah begitu, China harus berinvestasi ke negara lain.

Baca Juga: Fenomena El Nino Mengancam Pertanian, Petani Berharap Pemerintah Sigap Memberikan Penanganan

Investasi China ini tujuannya ke negara yang gaji buruhnya masih murah. Maka tidak heran kalau pabrik dari perusahaan China banyak di Indonesia. China tidak hanya menggunakan SDM orang Indonesia, GDP dan level konsumsi orang Indonesia yang naik juga dimanfaatkan. Maka dari itulah produk China merajalela di Indonesia.

Hal yang menarik ada di brand skincare yang banyak dikira sebagai brand lokal, Skintific. Meski cepat membuat produk baru dan marketingnya jenius banget dengan memanfaatkan Tiktok Live. Satu akun Tiktok bisa beberapa orang yang melakukan live streaming untuk promosi. Bahkan, mereka mengalahkan produk skincare lokal. Meski dikatakan Google bahwa itu perusahaan Kanada yang berbasis di Norwegia, jika meluhat izin dari BPOM, alamat perusahaannya di Baiyun Discrit, Guangzhou City, Guangdong Province, China.

Beberapa hal yang membingungkan dari identitas Skintific adalah website Skintific Kanada itu sendiri yang dimana dinyatakan kalau perusahaan itu berdiri dari 1957. Selain itu, founder mereka adalah Kristen Tveit dan Anna-Kristin Stokke. Setelah dicek, ada kemiripan nama brand antara Skintific dengan Skntific asal Norwegia dengan founder yang sama. Entah beli lisensi produk atau kerjasama, yang pasti di website Skintific Kanada ada kata PT May Sun Yvan yang merupakan distributor tunggal Skintific di Indonesia.

Baca Juga: Capai 1,7 Miliar Penayangan, MV BTS “Boy With Luv’ Jadi Banyak Ditonton

Untuk domain website Skintific Kanada, itu dimiliki oleh Alibaba. Hal yang mengejutkan dari pencarian Google Trends, Skintific paling banyak dicari di Indonesia. Sebagai perbandingan, Kiehl's yang merupakan skincare asal Amerika Serikat lebih banyak dicari di Google Trends di beberapa negara.

Meski barang atau brand dari China bagus, tapi jika anda asyik beli barang dari China terus, kapan produk Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri? Mau berapa banyak pengusaha Indonesia yang akan tersingkirkan oleh produk China?

Meski kita menggunakan produk luar negeri, ads salahnya barang kebutuhan sehari-hari produk Indonesia. Masih banyak produk dan brand lokal yang mau memperbaiki kualitasnya yang sebelumnya dicap jelek. Jadi, apa salahnya kita beli produk atau brand lokal? Layaknya pete atau durian yang tidak disukai beberapa orang, coba lagi untuk makan pete atau durian. Bisa jadi yang tadinya tidak suka makan pete atau durian, menjadi suka makan pete atau durian.

Baca Juga: Keluarga Kiper PSIS Adi Satryo Mendapat Bullyan Buntut Insiden yang Melibatkan Arsan Makarin di Laga Semalam

Sebagai contoh, masyarakat Korea Selatan sudah ditanam untuk beli produk dalam negeri.
Baik smartphone, mobil, elektronik, dan lainnya banyak penduduk Korea Selatan beli produk dalam negeri. Dengan cara penduduk Korea Selatan inilah negara Korea Selatan lebih maju karena uang berputar di dalam negara Korea Selatan.

Pemerintah dan berbagai pihak terus memberikan edukasi kepada UMKM di Indonesia. Tujuannya agar produk UMKM dapat bersaing dengan produk luar negeri. Tidak hanya sekadar membatasi produk luar negeri. Kedepannya, Indonesia akan mengalami bonus demografi di 2045. Jika produksi tidak diimbangi dengan konsumsi, beberapa masyarakat masih mencari produk luar negeri.

Terkahir, Raymond Chin mengajak kita semua untuk support produk Indonesia. Tidak hanya sebatas UMKM, tapi juga produk yang sudah dikenal di Indonesia. Contoh nyatanya adalah Indomie yang dikenal dunia berkat diaspora Indonesia atau orang luar negeri yang kembali ke negaranya setelah berkunjung ke Indonesia. ***

 

 

 

Ikuti terus dan share informasi Anda di media sosial Google News Jurnal SoreangFB Page Jurnal SoreangYouTube Jurnal SoreangInstagram @jurnal.soreang, dan TikTok @jurnalsoreang

Editor: Josa Tambunan

Sumber: Youtube Raymond Chin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah