JURNAL SOREANG- Ketua Perhimpunan Petani Nelayan Seluruh Indonesia (PPNSI) drh. Slamet menyatakan, mahalnya harga minyak goreng, kedalai, cabai dan beberapa komoditas pangan penting lainnya benar-benar menunjukkan betapa lemahnya pengelolaan pangan dalam negeri.
"Bagaimana tidak? untuk menyediakan stok minyak goreng yang notabene bahan bakunya tersedia sangat banyak saja pemerintah seperti kewalahan, apatah lagi mengelola stok pangan yang berasal yang bahan bakunya berasal dari negara lain," kata Slamet, Senin 21 Maret 2022.
Sehingga tidak mengherankan jika banyak pihak yang mulai meragukan komitmen pemerintah terkait ketahanan dan kedaulatan pangan.
"Sedikit kilas balik pada tahun 2014 lalu, presiden Joko Widodo banyak mengungkapkan ide-ide tentang ketahanan pangan nasional dengan memastikan kecukupan kebutuhan pangan, keterjangkauan dan penghentian impor pangan. Menurutnya memaksimalkan potensi dalam negeri adalah kunci keberhasilan," katanya yang juga wakil rakyat asal Sukabumi.
Pertanyaannya selama hampir 8 tahun ini sejauh mana perkembangan pengelolaan pangan di Indonesia?
"Pertama, hasil studi terkait indeks keberlanjutan pangan pada tahun 2020 menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan ke 60 dari 67 negara yang diukur, yang mana dengan nilai tersebut posisi indonesia jauh lebih buruk dari negera-negara Afrika seperti Ethopia (Rank 27), Zimbabwe (31), Zambia (32)," katanya.
Baca Juga: Langkah Cerdas! Forkopimcam Cikancung Gabungkan Vaksinasi dan Pemberian Bantuan Pangan Tunai
Begitupun juga dari hasil analisis Indeks Kelaparan Global (Global Hunger Index) menunjukkan nilai GHI Indonesia terus mengalami penurunan bahkan tahun 2020 menyentuh angka 20.1 atau masuk dalam kategori negara dengan status kelaparan kronis.