Akmal mengatakan, komoditas pangan strategis ini mesti dipacu untuk dapat diproduksi dalam negeri sehingga kualitas dapat terjaga karena sifat kadaluarsanya yang cepat, dan harganya dapat dikendalikan dengan instrumen kebijakan negara.
Ia mencontohkan seperti beras, gula, turunan kedelai (tahu tempe), cabai, minyak goreng, daging sapi, daging ayam, telur ayam, bawang, jagung dapat dioptimalkan produksi dalam negeri. Sedangkan komoditas lain dengan portofolio lahan pertanian yang ada, negara dapat mendatangkan dari luar.
“Saya tidak anti impor. Tapi mesti ada upaya mengurangi jumlah impor pangan ini agar ada pemberdayaan petani peternak sekaligus memberikan kebutuhan pada masyarakat banyak yang sebagai konsumen," katanya.
Terkait dengan keseragaman harga, pemerintah perlu memikirkan subsidi transportasi pangan sehingga ada kesamaan harga komoditas pangan antara di desa dan di kota.
Berkaitan dengan antrian panjang dan rebutannya minyak goreng di berbagai daerah, Legislator asal Sulawesi Selatan II ini meminta kepada pemerintah untuk melakukan kebijakan yang relatif agresif pada penahanan ekspor sehingga stok dalam negeri aman.
Politisi PKS ini mendorong agar setelah kebijakan harga Rp14 ribu per liter minyak goreng, mesti diimbangi dengan stok yang cukup.Jangan sampai pemerintah menuduh rakyat menimbun minyak goreng.
"Logikanya dimana mau nimbun, untuk dapat seliter saja rebutan dan setiap pembelian dibatasi maksimal dua liter. Justru yang perlu ditelusuri adalah kondisi sistemik apa yang berkemampuan menimbun minyak goreng dengan jumlah besar sehingga kelangkaan stok di berbagai wilayah dan pertokoan terjadi," katanya.
"Jangan gara-gara minyak goreng, wajah negara kita ini hancur yang memperlihatkan situasi krisis yang buruk akibat prilaku masyarakat yang berebutan demi seliter minyak goreng," tutup Andi Akmal Pasluddin.***