JURNAL SOREANG- Alokasi anggaran iklan Zara jauh lebih kecil dibandingkan pesaingnya. Zara lebih memilih untuk menggunakan uangnya untuk membuka tokoh-tokoh baru di tempat-tempat yang berkelas dan ramai seperti venue di kota New York atau Oxford Street London.
Zara yakin begitu orang masuk ke tokonya dia akan menemukan produk yang dia sukai dan pengalaman belanja yang menyenangkan akan membuat pelanggan mereka cerita ke teman-temannya.
Itulah kunci strategi marketingnya Zara. Tidak sedikit selebriti yang secara tidak langsung mempromosikan produk Zara bahkan termasuk high-profile individual seperti Michelle Obama.
Zara hanya butuh dua minggu untuk memproduksi dari desain menjadi produk. Sementara retailer yang lain tuh butuh waktu sampai enam bulan lamanya.
Kita perlu ingat bahwa jumlah SKU atau Stock Keeping Unitnya Zahra jauh lebih banyak dibandingkan pesaing yaitu 30 ribu SKU per tahun.
Sementara pesaingnya yaitu GAP hanya 2000-4000 SKU per tahun.
Zara itu tidak seperti pesaingnya yang mengoutsource seluruh proses produksi ke ratusan perusahaan kontraktor. H&M itu punya 900 kontraktor.
Zara memproduksi 60 persen produknya secara mandiri sementara 40 persen sisanya di outsource ke beberapa kontraktor yang lokasinya dekat dengan kantor pusat.
Itupun cuma produk-produk simpel yang tidak terkait dengan trend seperti T-shirt dan jeans.
Bahkan ada sebagai kontraktor yang memproduksi produk itu cuma setengah jadi.
Finishing nantinya dilakukan sendiri oleh Zara ketika sudah ada kejelasan akan preferensi dari pelanggan.
Baca Juga: Mengejutkan, Trend Tahun 2022 Ini Ternyata Muncul Bersamaan dengan Fast Fashion
Zara juga memproduksi 40 persen bahan materialnya sendiri dari kain sampai zat pewarna.
Nah itulah yang membuat Zara Bisa memproduksi busana dari desain sampai barang jadi tersebut hanya dalam waktu dua minggu saja.
Keuntungan lain dari integrasi vertikal yang dilakukan Zahra itu adalah fleksibilitas.
Ketika harga bahan katun melonjak misalnya secara drastis, para produsen yang sudah terlanjur berkomitmen dengan para kontraktor dengan desain berbasis kartun terpaksa meneruskan produksi walaupun margin keuntungan itu tergerus banyak.
Sementara Zara karena hampir semuanya dilakukan secara in-house dapat secara cepat mengubah desain dan produksinya ke bahan material lainnya.***