Catatan Akhir Tahun 2021: Masih Terjadi Fluktuasi Harga Komoditas Pangan

- 29 Desember 2021, 11:32 WIB
Kedelai dan tahu yang harganya naik tajam selama tahun 2021 akibat kedelai masih impor
Kedelai dan tahu yang harganya naik tajam selama tahun 2021 akibat kedelai masih impor /Pexels/Polina Tankilevitch

JURNAL SOREANG- Wakil rakyat dari dapil NTB, Johan Rosihan,  menilai sepanjang tahun 2021 diwarnai dengan fluktuasi harga komoditas pangan yang tidak terkendali.

Harga selalu jatuh saat panen dan merugikan petani seperti jatuhnya harga gabah, harga jagung, cabai, bawang merah dan lain-lain.

"Sebagai catatan penting akhir tahun 2021 yang harus diperhatikan pemerintah. Selama tahun 2021 ini malah produk pangan yang bersumber dari impor seperti daging dan kedelai, harganya terus melonjak yang berakibat merugikan pelaku UMKM serta merugikan konsumen karena daya beli yang semakin lemah pada masa pandemi ini," papar Johan.

Baca Juga: Ingin Bisa Swasembada Pangan? Harus Dimulai dari Membangun Hal Ini di Sentra Produksi

Dia menggarisbawahi sejak awal tahun 2021 telah terjadi gejolak harga kedelai yang tidak terkendali dan kebijakan kenaikan HET pupuk bersubsidi yang terjadi pada awal tahun 2021.

Johan menilai hal tersebut telah berdampak naiknya harga pangan sehingga pengeluaran rumah tangga  terhadap pangan semakin meningkat dan menambah beban rumah tangga petani untuk melaksanakan kegiatan usaha taninya.

Di sisi lain,  ucap Johan, pemerintah terlihat tidak berdaya melakukan upaya  untuk meningkatkan produksi pangan karena keterbatasan anggaran, cetusnya.

"Pada tahun 2021 ini telah terjadi pergerakan kenaikan harga minyak goreng yang terus melambung.padahal Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit (CPO) terbesar di dunia dengan pertumbuhan rata-rata 3,61% per tahun," ujarnya.

Baca Juga: Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Pangan Daerah yang Kena Bencana, Jangan Sampai Korban Susah Cari Makan

Politisi yang peduli kepada pertanian dan lingkungan ini menyinggung  pada awal tahun 2021 lalu pemerintah berencana melakukan impor 1 juta ton beras dan hal ini telah menimbulkan polemik serta penolakan luas dari komponen masyarakat.

"Presiden Jokowi pun berjanji tidak akan melakukan impor beras namun kenyataannya realisasi impor beras mencapai 41.000 ton pada tahun 2021," ujar Johan.

Dia  juga menyoroti bahwa Tahun 2021 belum ada kebijakan untuk mengurangi beban biaya produksi yang harus dikeluarkan petani.

"Ternyata subsidi pupuk banyak yang tidak tepat sasaran serta tidak ada kebijakan harga yang diterima petani sebagai harga yang layak untuk meningkatkan nilai pendapatan petani terhadap komoditas Pertanian yang dihasilkannya, ucap Johan.

Baca Juga: Pangan Kini Jadi Rebutan Dunia, Materi Perbaikan UU Cipta Kerja Mesti Berpihak terhadap Kedaulatan Pangan Nasi

Dia menilai Pemerintah belum mampu melakukan penyempurnaan sistem data dan informasi di lapangan agar akurasi kondisi pangan di lapangan terus terpantau.

"Saya melihat pemerintah sangat lemah kinerjanya menjaga kondisi stock pangan, fluktuasi harga pangan dan dsitribusi pangan, sehingga situasi tahun 2021 dimana harga pangan terus melonjak tidak terkendali dan target produksi tidak tercapai," ujar Johan.

Johan juga menambahkan bahwa Tahun 2021 banyak terdapat target produksi pangan yang lebih rendah dari tahun sebelumnya karena keterbatasan anggaran akibat pemotongan Anggaran Kementan 2021.

"Penurunan produksi Pertanian akan berdampak pada kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan pangan, jika semakin melebar maka pemerintah hanya bisa meningkatkan kebutuhan impor sehingga ketergantungan impor terus meningkat setiap tahun," katanya.

Baca Juga: Waduh, Anggaran Pemerintah untuk Tanaman Pangan Terus Turun, Berdampak pada Produktivitas Pangan

Anggota Legislatif dari Pulau Sumbawa NTB ini menyatakan pemerintah telah terjebak pada program food estate yang banyak menyedot anggaran, namun kesesuaian lahan masih bermasalah dan produktivitas yang belum teruji.

"Saya melihat selama ini Pemerintah tidak fokus memperhatikan pengembangan lahan pertanian produktif terutama di Pulau Jawa yang luasnya terus menurun serta tidak punya visi membangun kemandirian pangan nasional melalui program swasembada pangan," katanya.***

Editor: Sarnapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah