JURNAL SOREANG - Bolehkah seorang berstatus Pejabat Negara mengikuti kegiatan Kampanye untuk mempromosikan salah satu calon anggota legislatif, atau menunjukan dukungan kepada Capres dan Cawapres pada pemilu 2024?Pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan penjelasan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu.
Namun sebelum itu perlu diketahui dulu apa yang dimaksud dengan Pejabat Negara itu?
Pengertian Pejabat Negara
Menurut UU No.5 Tentang ASN, Pejabat Negara adalah:
- Presiden dan Wakil Presiden
- Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota MPR
- Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPR
- Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPD
- Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Agung MA
- Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota MK
- Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan
- Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota KY
- Ketua dan Wakil Ketua KPK
- Menteri dan Jabatan setingkat
- Kepala Perwakilan RI di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar
- Gubernur dan Wakil Gubernur
- Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota
- Pejabat Negara yang ditentukan Undang-undang
Baca Juga: Jalankan Perintah Presiden: Bey Siapkan Integrasi Feeder Kereta Whoosh dan LRT untuk Jabar
Ketentuan Kampanye oleh Pejabat Negara
Pasal 62 PKPU Nomor 15 Tahun 2023
Ayat (1)
Kampanye Pemilu oleh pejabat negara dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai Pemilu.
Ayat (2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk ketentuan mengenai hak pejabat negara melaksanakan Kampanye Pemilu, pejabat negara yang berstatus sebagai anggota partai politik atau bukan anggota partai politik, kewajiban memperhatikan tugas penyelenggaraan negara dan/atau pemerintahan, dan larangan penggunaan fasilitas negara dan fasilitas yang melekat pada jabatan.
Selain kedua ayat tersebut, Pejabat Negara juga diminta mengajukan cuti terlebih dahulu sebelum melakukan kampanye, hal ini tertuang dalam Ayat (4) dan ayat (5) Pasal yang sama, paling lambat cuti yang diajukan adalah tiga hari sebelum masa kampanye dimulai.
Aturan kampanye yang diberlakukan selanjutnya, untuk Kepala Daerah di semua tingkatan, baik Gubernur dan Wakilnya, Bupati/Walikota dan Wakilnya, dilarang menjadi Ketua Tim Kampanye (Pasal 6 Ayat 1). Kemudian ketika dipilih masuk menjadi anggota Tim Kampanye maka tugas pemerintahan dialihkan sementara kepada sekretaris daerah (Pasal 64 ayat (2).
Selama tidak ada cuti yang diajukan resmi untuk menghadapi masa kampanye dan pengalihan tugas kepada sekretaris daerah, maka Pejabat Negara, fungsional, dan jajaran ASN dilarang membuat keputusan dan mengambil tindakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu, menunjukan keberpihakan, yang dapat dijatuhi sanksi seperti yang diatur didalam Pasal 73 dan 74.***