Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dapat disimpulkan tidak memenuhi kriteria imkanur rukyah MABIMS yang baru. Sehingga bulan Dzulqadah dibulatkan menjadi 30 hari.
"Oleh karena itu hari raya Idul Adha jatuh pada hari Kamis Legi, 29 Juni 2023. Meski dalam pelaksanaannya tetap menunggu hasil sidang istbat Pemerintah beserta ormas Islam," katanya.
Namun persoalan akan muncul jika perhitungan menggunakan sistem hisab taqribi, seperti kitab Sulam al-Nayirayn yang banyak digunakan di pesantren-pesantren tradisional wilayah Jawa Barat.
"Dengan menggunakan perhitungan tersebut, akan didapatkan hasil ketinggian hilal 03° 49’ 43,19’’, yang mana hitungan tersebut sudah mencapai kriteria imkanur rukyah, walaupun tanpa mempertimbangkan elongasi bulan-matahari," katanya.
Hal tersebut bisa terjadi karena tabel yg digunakan adalah tabel (zeyj) yg sudah lama (tahun 1437 M, susunan Sultan Khurasan Ulug Beg dan timnya) tanpa melalui koreksi keakuratan.
"Sehingga dengan perhitungan tersebut akan ada yang menyimpulkan bahwa awal bulan Dzulhijjah dimulai dari hari Senin legi 19 Juni sehingga menetapkan hari raya Idul Adha pada hari Rabu Kliwon, 28 Juni 2023, sehari lebih cepat dari hasil perhitungan tahqiqi," katanya.
Baca Juga: Ibadah Idul Adha 2023: Mbah Moen ungkap akan Kaya Raya setelah Pulang Haji, Jika Penuhi Syarat Ini
Lain hal dengan Muhammadiyah, sedari awal sudah menetapkan hari raya Idul Adha pada hari Rabu, 28 Juni 2023, karena menggunakan kriteria wujudul hilal.