Penolakan juga datang saat Elisabet akan melakukan aksi untuk menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di sekolah TK tempat ia mengajar.
Tapi ia tidak patah arang, ia terus melakukan aksi dan praktik baik yang dipelajarinya selama pendidikan di sekolah tempatnya mengajar, sampai kepala sekolah mengakui program yang sedang diikutinya benar-benar telah membuat perubahan di sekolahnya.
“Saya ikuti betul-betul Program Guru Penggerak, banyak aksi dan praktik baik yang saya lakukan di sekolah, jadilah diakui. Pelatihan yang saya ikuti berjalan mulus sampai lulus sembilan bulan mengikuti pendidikan. Saya diangkat jadi pengawas, saya berupaya bergerak dengan niat yang baik, banyak sekolah yang sudah mengenal apa itu Merdeka Belajar di depan kecamatan di Sikka,” terangnya.
Elisabet mengakui, dengan mengikuti Pendidikan Guru Penggerak, ia bisa saling belajar dan berbagi bersama guru-guru dari satuan pendidikan jenjang berbeda. Kekompakan bersama teman-teman seangkatan untuk saling berbagi pengetahuan yang dimiliki terasa begitu berharga.
“Waktu itu saya hanya punya modal pembelajaran sosial emosional, karena itu ada di TK, dan kami berkolaborasi. Saya waktu itu tidak bisa buat video, saya belajar pada teman-teman yang jenjangnya lebih tinggi,” katanya.***