JURNAL SOREANG - Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz, mengungkapkan Revitalisasi bahasa daerah (RBD) telah dilakukan selama beberapa puluh tahun dengan fokus pada bahasa-bahasa yang terancam punah dan kritis.
Namun, sejak 2021, telah diluncurkan kebijakan baru RBD. Pendekatan dalam kebijakan baru ini adalah bahwa revitalisasi lebih difokuskan pada bahasa-bahasa yang masih banyak penuturnya, termasuk bahasa-bahasa dalam kategori aman.
Kebijakan ini menggunakan tiga model, yakni (1) model A untuk situasi atau lingkungan kebahasaan dengan dominasi satu bahasa tertentu di dalam masyarakat tuturnya dengan pendekatan berbasis sekolah;
(2) model B untuk lingkungan kebahasaan yang memungkinkan terjadinya “persandingan dan/atau persaingan” dalam kontak beberapa bahasa besar di wilayah tersebut dengan pendekatan berbasis sekolah dan komunitas;
(3) model C untuk lingkungan kebahasaan yang jumlah penuturnya relatif sedikit dan dengan sebaran terbatas dengan pendekatan berbasis komunitas, keluarga, atau pusat-pusat kegiatan masyarakat.
Baca Juga: Pengembangan Bahasa Indonesia di Negara Ini Jadi Agenda Prioritas Kemendikbudristek, Ini Caranya
Ketiga model tersebut dilaksanakan dengan melalui beberapa tahapan, di antaranya (1) koordinasi dan sinergi dengan pemangku kepentingan di daerah agar kemitraan antara pusat dan/ atau melalui unit pelaksana teknis (balai/kantor bahasa) di seluruh Indonesia bersama pemerintah daerah terus berkelanjutan.