Susah Menaklukkan Publikasi di Jurnal Ilmiah Internasional? ini Cara Ampuhnya

14 Oktober 2021, 13:45 WIB
Komisariat Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB) angkatan 1997, menyelenggarakan kajian webinar rutin baru-baru ini. Tema yang diusung kali ini adalah "Trik Sebagai Penulis Pertama atau Korespondensi di Jurnal Ilmiah Internasional". /IA ITB/

JURNAL SOREANG-  Komisariat Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB) angkatan 1997, menyelenggarakan kajian webinar rutin baru-baru ini. Tema yang diusung kali ini adalah "Trik Sebagai Penulis Pertama atau Korespondensi di Jurnal Ilmiah Internasional".

Webinar tersebut mengundang  dua pemateri yaitu dosen Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) ITB Dr. Endra Gunawan, Msc dan Principal Researcher NTU Danang Birowosuto, MSc, Ph.D. Moderator webinar adalah Dr. Erma Yulihastin, M.Si. (Badan Riset Dan Inovasi Nasional).

Ketua Komisariat ITB 1997 Andhy Widodo menjelaskan latar belakang diselenggarakannya webinar yakni jika membaca adalah pintu gerbang mengenal dunia, maka menulis adalah gerbang dunia mengenal siapa kita.

Baca Juga: Peramal Kartu Tarot, Denny Multi Parmikoadi alias Denny Darko, Sempat jadi Dosen Muda ITB

Sambutan kedua adalah dari Ketua Umum IA ITB Gembong Primajadja yang mengapresiasi kerja panitia penyelenggara dan juga mendukung sepenuhnya acara yang diinisiasi oleh Komisariat ITB 1997. Gembong Primajadja di sela-sela kesibukannya menyempatkan waktu untuk mengikuti webinar tersebut. Dalam sambutannya 

Pemateri pertama, Dr. Endra Gunawan, Msc, menjelaskan pengalamannya selama 7 tahun terakhir terlibat langsung dalam proses penulisan jurnal ilmiah bahkan menulis sendiri sebuah buku metode mengenai "8 Langkah Praktis Menulis Makalah Sains di Jurnal Ilmiah sebagai Penulis Pertama".

Langkah tersebut mulai dari motivasi menulis, kemudian tahap pra-submission, mencari kolaborator, mencari referensi-referensi yang relevan, positive thinking, kejujuran dalam melaksanakan riset, dan pendanaan untuk publikasi.

Baca Juga: Ikatan Alumni ITB Luncurkan Program Gemilang Mendukung Merdeka Belajar

“Setiap naskah yang tidak dikirimkan, pastinya tidak akan ter-published. Oleh karena itu naskah yang sudah diselesaikan baiknya segera dikirimkan, sesuai standar yang berlaku, entah itu diterima atau ditolak akan selalu ada persentasenya, namun jika tidak dikirimkan maka tentunya 100% tidak akan ter-published,” tutupnya.

Pemateri kedua, Muhammad Danang Birowosuto, PhD, menempuh pendidikan terakhirnya dalam bidang Luminescence Materials dan memperoleh gelar Doktor, di Universitas Teknologi Delft.

Publikasi jurnal yang pernah ditulis Danang merupakan tulisan praktis dan teknis, salah satunya X-Ray Scintillation in Lead Halide Perovskite Crystals, Nature Sci. di tahun 2012. Penghargaan yang diperoleh Principal Research Fellow and Project Manager CNRS-International NTU Thales Research Alliance (CINTRA) Singapore tahun 2015-sampai sekarang.

Baca Juga: Ikatan Alumni ITB dan UI Bergerak Serentak Bantu Pemerintah Gencarkan Vaksinasi

Pemaparan materi “Penulis Pertama/Korespondensi di Publikasi Internasional Sekelas Berlian” ini sangat mendetail dan praktis. Danang menyampaikan bahwa filosofi penting dalam melakukan riset yang dipegangnya ada 2 yakni yang pertama, bahwa sesuatu yang kita lakukan dalam riset itu harus selalu merujuk ke pekerjaan sebelumnya.

Dikutip dalam pepatah berbahasa Inggris "Standing on the Shoulder of the Giants", jika peneliti menemukan sesuatu, harus didasari oleh penemuan sebelumnya. Berbekal basis filosofi inilah Danang melakukan riset selama kurang lebih 20 tahun. Menurutnya dua filosofi inilah yang sangat penting dalam melakukan riset yakni tidak boleh asal mengambil conjecturing, tanpa evidence dan juga proof, serta harus berdasarkan riset-riset sebelumnya.

“Untuk menancapkan nama besar di riset internasional dan bagaimana publikasi bernilai berlian diperlukan untuk menaikkan pamor Indonesia di dunia internasional. Dalam publikasi harus ada peer review yang jelas dan terukur. Beberapa proceeding mempunyai tingkat penerimaan yang tinggi di atas 90%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proceeding konferensi jauh lebih lebih rendah peer review-nya dibandingkan jurnal,” ungkap Danang.

Baca Juga: Ikatan Alumni ITB dan UI Bergerak Serentak Bantu Pemerintah Gencarkan Vaksinasi

Menurut Danang lebih lanjut menjelaskan terkait publikasi "berlian" yakni seberapa banyak jumlah yang mensitasi paper, dan diolah ke dalam stasistik dalam bentuk Impact Factor (IF) karena dibuat berdasarkan sitasi rata-rata pertahun oleh lembaga indexing.

“Baiknya kita mempunyai rasa tanggungjawab dalam men-submit suatu jurnal sehingga publikasi tersebut bisa disitasi oleh banyak orang. Publikasi dengan IF tertinggi (berlian) biasanya tidak hanya dinilai dari kualitas tapi juga politik yang memiliki nama besar. Suatu pengalaman dengan sitasi yang bagus lebih 3 setahun maka dari akan menjadi kenangan bagi editor untuk meng-accept jurnal,” ujarnya.

Menurut Danang perlu dipertanyakan para peneliti Indonesia apakah mampu berperan dalam publikasi berlian karena sulit dalam membutuhkan kerjasama untuk saling mensitasi.

Baca Juga: Joe Biden Singgung Jakarta Akan Tenggelam, IA ITB Malah Khawatir Pantura yang Akan Tenggelam 10 Tahun Lagi

Contoh negara China yang jurnalnya mampu menembus IF tinggi, karena negara tersebut mempunyai kolaborasi yang kuat dalam hal mensitasi antar satu dengan yang lain.

Karena jika tidak mengandalkan sitasi, pamor negara Indonesia akan turun.
Syaratnya adalah kualitas namun harus ada nama besar atau popularitas. Jika dilihat orang Jepang, mereka memiliki kualitas, dedikasi dan fokus. Namun, di sisi lain, popularitas, networking dan kolaborasi sangat dibutuhkan.***

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler