JURNAL SOREANG - Beritku 4 penyebab banyaknya korban pada tragedi Kanjuruhan, usai pertandingan liga 1.
Tragedi Kanjuruhan usai pertandingan liga 1 Arema FC VS Persebaya menjadi tragedi terkelam dalam sepak bola Indonesia.
Bagaimana tidak, tragedi Kanjuruhan menelan ratusan korban meninggal dan ratusan korban luka.
Tentu sangat disayangkan, sebab olahraga yang seharusnya menjadi hiburan tapi malah menumbalkan ratusan nyawa manusia.
Banyak orang yang bertanya-tanya mengapa tragedi Kanjuruhan bisa menelan ratusan korban nyawa.
Dirangkum dari beberapa pendapat dan saksi mata yang ada di Kanjuruhan, setidaknya ada 4 penyebab utama yang jadi penyebab ratusan nyawa manusia melayang.
- Gas air mata
Gas air mata jelas menjadi penyebab utama hilangnya banyak nyawa di stadion.
Suporter yang turun ke lapangan memang menjadi penyebab utama terjadinya kericuhan.
Tapi gas air mata yang ditembakkan polisi ke tribun merupakan penyebab utama hilangnya ratusan nyawa.
Andaikan polisi tak menembakkan gas air mata ke tribun, mungkin penonton tak akan panik dan tak akan berebut keluar.
Menurut kesaksian beberapa suporter, ratusan orang meregang nyawa akibat berdesakan dan kehabisan oksigen akibat gas air mata yang ditembakkan polisi ke tribun.
- Jumlah penonton melebihi kapasitas
Menurut beberapa sumber, jumlah penonton di stadion Kanjuruhan kala itu melebihi kapasitas stadion.
Hal tersebut memang terlihat dari padatnya setiap tribun oleh penonton, dan bisa dikatakan berdesakan.
Dalam hal ini jelas bahwa pengelolaan yang dilakukan panpel belum benar.
Selain itu, stadion Kanjuruhan belum memiliki tempat duduk single sit, sehingga penonton harus berdesakan.
- Pintu keluar yang minim
Sangat disayangkan, stadion Kanjuruhan yang digunakan pada kelas liga 1 memiliki pintu keluar yang bisa dibilang sedikit.
Pintu keluar yang sedikit membuat penonton susah keluar akibat bedesakan.
Padahal pintu keluar sangatlah penting.
- Pihak kemanan tak memiliki kemampuan mengayomi dan mengamankan
Mengayomi merupakan hal yang harus dilakukan pihak keamanan (TNI, Polri).
Dengan cara mengayomi dan lebih persusif dalam mengamankan kericuhan, mungkin jauh lebih bisa meredam emosi dan mencegah masa untuk tidak terprovokasi.
Namun faktanya, pihak keamanan (TNI dan Polri) justru terpancing emosi dan membuat situasi semakin kacau.
Banyak aksi kekerasan yang dilakukan TNI dan Polri pada suporter di Kanjuruhan.
Herannya lagi polisi malah menembakkan gas air mata ke tribun stadion.
Padahal suporter di tribun tidak bersalah dan tidak turun ke lapangan.
Hal ini menunjukkan bahwa pihak keamanan tak memiliki kemampuan dalam mengamankan kerusuhan.***