Bersuara Keras dalam Hari Buruh 2023, GSBI Kecam Pemotongan Upah dan Tuntut Permenaker Nomor 5 Dicabut

- 2 Mei 2023, 06:36 WIB
Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) mengecam keras masalah pemotongan upah dalam peringatan Hari Buruh atau May Day 2023 ini.
Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) mengecam keras masalah pemotongan upah dalam peringatan Hari Buruh atau May Day 2023 ini. /Istimewa /

JURNAL SOREANG – Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) mengecam keras masalah pemotongan upah dalam peringatan Hari Buruh atau May Day 2023 ini.

GSBI siap menduduki kantor Kemenaker pada tanggal 23 Mei 2023 jika Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tak dicabut.

Tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh atau May Day.  Khusus di Indonesia, setiap tanggal 1 Mei sudah dijadikan hari libur nasional sejak tahun 2011 lalu.

Dikutip dari International Labour Organization (ILO), tema Hari Buruh 2023 adalah World Day for Safety and Health at Work 2023 atau Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sedunia 2023.

 

Peringatan May Day di Indonesia sendiri, isu pemotongan upah menjadi sorotan utama di tahun 2023 ini.

Pada 8 Maret 2023 lalu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, menandatangani Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor Yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

Beberapa bagian dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 yang mendapat sorotan dari publik adalah Pasal 8 Permenaker Nomor 5 Tahun 2023.

Sorotan ini utamanya oleh buruh. Pada Pasal 5 Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 ini, ada ketentuan soal pemotongan upah. Disebutkan, upah buruh yang bekerja di perusahaan berbasis ekspor, bisa mendapatkan pemotongan upah sebesar 25 %.

Baca Juga: Hari Buruh 2023, SPN Soroti Pencurian Upah dan Tanggung Jawab Brand Besar Internasional, Ini Maksudnya


“ Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran Upah Pekerja/Buruh dengan ketentuan Upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari Upah yang biasa diterima,” dikutip dalam dalam Pasal 8 ayat 1 Permenaker Nomor 5 Tahun 2023.

Pada Pasal 8 ayat (3) Permenaker, ketentuan soal pemotongan upah ini berlaku selama 6 bulan.

“ Penyesuaian Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku,” dikutip dari ketentuan Pasal 8 ayat (3) Permenaker Nomor 5 Tahun 2023.

May Day 2023 ini, banyak serikat buruh yang memberikan penolakan atas Permenaker Nomor 5 ini. Salah satunya adalah Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI).

 

Penolakan pemotongan upah ini menjadi salah satu tuntutan utama GSBI dalam May Day 2023 ini.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Buruh Indonesia (DPP GSBI), Rudi H.B Daman, menegaskan 2 isu utama May Day 2023 ini adalah tuntutan pencabutan UU Ciptaker dan Permenaker Nomor 5.

Rudi menyebut pemotongan upah bukan solusi terbaik dalam menyelamatkan industri padat karya di Indonesia.

“ Tuntutan besar GSBI dalam May Day 2023 ini adalah pencabutan UU Ciptaker dan Permenaker Nomor 5. Menurut GSBI, Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 ini, adalah peraturan yang ngawur dan sangat jahat," katanya.

Baca Juga: May Day! Hari Buruh 2023 Berikut 16 Tuntutan Gerakan Buruh Bersama Rakyat yang Disampaikan di Istana Negara

Kalau bicara soal industri padat karya seperti garmen atau sepatu misalnya, itu adalah industri yang rentan. Kalau mau menyelamatkan industri bukan memotong upah.

"Pertama, harus mengerti kondisi industri. Ordernya itu tergantung dari pemilik merek. Konsekuensinya akan selalu ada PHK,” ujar Rudi H.B Daman kepada Jurnal Soreang, pada hari Senin, 1 Mei 2023.

Rudi mengklaim negara seharusnya memberikan insentif kepada perusahaan padat karya yang terancam tutup, bukan dengan melakukan pemotongan upah. Bahkan, Rudi mengklaim pemotongan upah berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi.

 


“Kalau Menteri Tenaga Kerja ingin menyelamatkan industri padat karya, harus bicara dengan pemilik merek. Kedua, bukan memotong upah buruh, tapi mensubsidi perusahaan yang mengalami masalah sektor industri.

"Kalau memotong upah buruh, itu jelas melegalkan satu tindakan kejahatan. Memotong upah dibawah upah minimum itu adalah kejahatan. Pemotongan upah ini akan berdampak pada pendapatan daerah dan pertumbuhan ekonomi, karena upahnya dipotong,” lanjut Rudi H.B Daman.

Tak setuju dengan Permenaker Nomor 5, Rudi menegaskan GSBI dan 10 serikat buruh lainnya, akan melakukan aksi lanjutan di Kantor Kementerian Tenaga Kerja pada 23 Mei 2023 mendatang dengan tuntutan utama pencabutan Permenaker Nomor 5 tadi.***

Editor: Sarnapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x