Hari keluarga Nasional XXIX, Mental Emotional Disorder Ancaman Serius Generasi Muda Indonesia Selain Stunting

- 1 Juli 2022, 13:41 WIB
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Dr (HC) dr. Hasto Wardoyo,Sp.Og pada peringatan ke-29 Hari Keluarga Nasional (Harganas) tingkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu, 29 Juni 2022
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Dr (HC) dr. Hasto Wardoyo,Sp.Og pada peringatan ke-29 Hari Keluarga Nasional (Harganas) tingkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu, 29 Juni 2022 /

JURNAL SOREANG - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Dr (HC) dr. Hasto Wardoyo,Sp.Og pada peringatan ke-29 Hari Keluarga Nasional (Harganas) tingkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu, 29 Juni 2022, menyebutkan ada tiga ancaman utama terhadap generasi muda Indonesia.

Ketiga ancaman tersebut adalah stunting, mental emotional disorder, serta difabilitas dan narkotika. “Ketiga hal ini yang menjadi ancaman untuk mencapai generasi muda Indonesia yang unggul,” kata Hasto.

Menurut Hasto, berdasarkan riset kesehatan dasar, mental emotional disorder atau gangguan emosi mental di kalangan remaja dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.

Jika sebelumnya angka remaja yang mengalami mental emotional disorder sebanyak 6,1 persen maka tahun ini jumlahnya meningkat menjadi 9,8 persen. Ini cukup serius untuk menjadi perhatian kita semua.

Baca Juga: Wow! 21,9 Juta Keluarga Berisiko Stunting Berdasar PK 21, BKKBN Kerahkan 200 Tim Pendamping Keluarga

Badan Kesehatan Dunia WHO menyebutkan gangguan emosi mental adalah gangguan keseimbangan pribadi secara klinis, gangguan pengaturan emosi dan perilaku. Hal ini biasanya dikaitkan dengan adanya tekanan kepribadian.

WHO juga menyatakan pada 2019, satu dari delapan orang atau 970 juta orang di seluruh dunia mengalami mental disorder.

Hasto juga menyebutkan angka perceraian di Indonesia mengalami peningkatan tajam dari tahun ke tahun. Berdasarkan data statistik, angka perceraian pada 2015 jumlahnya sekitar 350 ribu pasangan keluarga yang bercerai.

“Tetapi pada tahun 2021, jumlah yang bercerai meningkat menjadi 580 ribu. Jadi perlu jadi perhatian ada sekitar 580 ribu anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya akibat broken home,” kata Hasto.

Halaman:

Editor: Tenang Safari

Sumber: Media Center BKKBN


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x