"Menjadi anggota DPRD adalah tanggung jawab, bukan 'previlege' (hak istimewa) yang tidak dapat dievaluasi. Selama ini, kepada seluruh caleg, kami tak pernah meminta hal-hal seperti pemotongan gaji dan uangnya disetor ke partai. Kami hanya meminta mereka hadir dan kerja untuk rakyat," ujarnya seperti dilansirkan Antara.
Sementara itu Viani dikabarkan dipecat DPP PSI karena sejumlah pelanggaran yakni tidak mematuhi instruksi DPP PSI pasca pelanggaran peraturan sistem ganjil genap
sekitar Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada 12 Agustus 2021.
Viani juga disebut melanggar instruksi DPP PSI terkait keikutsertaan sekolah kader dan kelas bimbingan teknis PSI pada 16 Juli 2021.
DPP PSI menyatakan Viani tidak mematuhi instruksi pemotongan gaji untuk membantu penanganan Covid 19.
Baca Juga: Top, Penyanyi Ini Berhasil Kalahkan Nella Kharisma hingga Via Vallen, Dibanjiri Komentar Netizen
PSI menganggap Viani melanggar pasal 11 angka 7 Aturan Aggota Legislatif PSI 2020.
Viani bahkan dinyatakan telah menggelembungkan laporan anggaran reses.
Atas pemecatan tersebut, Viani Limiardi menyatakan akan menuntut bekas partainya itu untuk membayar kerugian hingga Rp1 triliun.
"Kali ini saya tidak akan tinggal diam dan saya akan melawan dan menggugat PSI sebesar satu triliun," kata Viani dalam keterangannya di Jakarta, Selasa 28 September
2021.
Hal tersebut dilakukan Viani, karena dia merasa tidak melakukan hal yang dituduhkan oleh partainya mengenai penggelembungan dana reses yang akhirnya beredar di publik,
bahkan menurutnya tuduhan tersebut membunuh karakternya.