Di Tahun Politik, Ketua Umum LDII Ingatkan Risiko Besar Bila Masih Pakai Politik Identitas dalam Pemilu

28 September 2023, 09:08 WIB
Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso yang mengingatkan bahaya politik identitas di tahun politik ini /LDII/

JURNAL SOREANG - Akar sejarah politik identitas adalah gerakan moral dan perjuangan kelas, untuk melepaskan diri dari penindasan dan kesewenang-wenangan.

Gerakan politik identitas dipakai orang-orang kulit hitam melawan diskriminasi warga kulit putih.

Namun Pemilu di Indonesia, Amerika, Belanda, dan Italia di abad 21, menunjukkan batasan mengenai komunikasi politik populis dan politik identitas menjadi kabur.

 

"Keduanya digunakan untuk memburukkan pihak lain, juga untuk membuat batasan antara kawan dan lawan,” tutur Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso, saat ditemui di kantor DPW LDII Papua Barat usai acara Musyawarah Wilayah IV LDII Papua Barat, pada Selasa 26 September 2023.

Pemilu lalu, menurut KH Chriswanto, para elit politik menggunakan politik identitas untuk menandai atau melabel pihak lain. Bukan untuk membangkitkan semangat membangun bangsa dan negara, sebagaimana lahirnya teori politik identitas.

Dari penggunaan politik identitas yang negatif itu, melahirkan komunikasi politik populis.

Komunikasi politik populis adalah bentuk komunikasi yang menyalahkan pihak lain, atas kegagalan negeri ini.

Baca Juga: Komisi VIII DPR RI dan LDII Jabar Sepakat Majukan Perekonomian Umat, Ini Isi Lengkap Pertemuannya

“Bentuknya terlihat, kelompok-kelompok agama menyalahkan para nasionalis jauh dari Tuhan, sehingga negara menjadi gagal. Sementara kelompok nasionalis mengatakan kegagalan bangsa akibat pola pikir konservatif para pemuka agama,” tutur KH Chriswanto.

Di Italia, Jerman, dan Belanda menurut KH Chriswanto, para elit politik sayap kanan menuding penyebab sempitnya lapangan kerja dan penurunan ekonomi dialamatkan kepada para imigran Timur Tengah.

“Sama halnya saat Amerika Serikat di bawah pimpinan Presiden Trump, menuding imigran Meksiko mengambil alih lapangan kerja warga,” ujarnya.

 

Politik identitas dan komunikasi politik populis, menurutnya, terbukti mampu memikat pemilih juga membangkitkan fanatisme. Namun ada risiko yang lebih besar.

“Keutuhan, persatuan, dan kesatuan bangsa menjadi taruhan,” tegas KH Chriswanto. Cita-cita luhur berdirinya negara dan bangsa Indonesia jadi pertaruhan hanya karena Pemilu lima tahun sekali.

Ia pun mengingatkan para elit politik agar bersikap dewasa, dengan tidak membawa gaya kampanye politik identitas dalam menghadapi Pemilu 2024.

Baca Juga: Ormas Islam Tak Cuma Urus Masalah Keagamaan, LDII dan DPR Sepakat Kedaulatan Pangan Tidak Bisa Ditawar

,“Saya minta seluruh elit politik supaya lebih dewasa, dalam mensikapi, tidak termakan pola-pola komunikasi politik populis dan praktik politik identitas yang berakibat timbulnya perpecahan,” kata Chriswanto.

Bangsa Indonesia yang memiliki keberagaman suku, agama, dan ras, menurut KH Chriswanto merupakan ladang subur tumbuhnya politik identitas. Apalagi, untuk keperluan instan menarik suara, politik identitas sangat rentan digunakan para elit politik.

Ia pun berpesan, agar masyarakat tidak terprovokasi dan menyadari, Indonesia ini dibangun atas dasar perbedaan, “Dan sudah seharusnya perbedaan itu tidak dipermasalahkan lagi,” paparnya.

 

Ia pun juga mengimbau para elit politik untuk menyadari risiko perpecahan, bila masih menggunakan gaya lama dalam kampanye Pemilu.

Selain itu, ia juga meminta pihak-pihak lain jangan menunggangi tahun politik demi popularitas.

“Membuat kegiatan yang mendiskriminasi pihak lain di tahun politik, justru motifnya perlu dicurigai. Sekadar untuk popularitas atau memang ingin memecah belah bangsa,” tegas KH Chriswanto.

Antara popularitas dan ingin memecah belah bangsa, menunjukkan ketidakdewasaan dalam berbangsa dan bernegara.

Baca Juga: Silaturahmi dengan Wapres KH Ma'ruf Amin, Begini yang Dipaparkan LDII

Justru, menurut KH Chriswanto, bila ingin memperoleh panggung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, semua pihak harus menunjukkan kontribusinya dalam membangun negara. Bukan malah membuat gaduh atau menista pihak lain. ***

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler