Tiga bulan Setelah Gempa Dahsyat di Cianjur, Pihak Berwenang akan Mendesain Ulang untuk Persiapkan Masa Depan

5 Maret 2023, 22:08 WIB
Presiden Joko Widodo kembali meninjau langsung sejumlah lokasi terdampak gempa bumi dalam kunjungannya ke Kabupaten Cianjur. Daerah ini akan ditata ulang /Laily Rachev, Biro Pers Setpres/

JURNAL SOREANG-Di Kabupaten Cianjur Jawa Barat, mereka yang tinggal di garis patahan yang terkena gempa , menyebabkan banyak korban jiwa.

Berdiri di atas lereng curam yang menghadap ke sungai yang mengamuk, Nanang Sukmana menatap sisa-sisa desanya yang dilanda gempa. Pemandangan itu membuat guru sekolah berusia 52 tahun merasa kaget dan tidak percaya.

Lebih dari 100 keluarga dulu tinggal di Desa Cijedil, tetapi itu berubah pada 21 November tahun lalu ketika gempa berkekuatan 5,6 melanda Kabupaten Cianjur.

Getaran mengguncang tanah begitu keras hingga memicu tanah longsor besar-besaran, mengubur tempat yang Sukmana kenal seumur hidupnya di bawah berton-ton tanah dan puing-puing.

 

“Di sinilah rumah saya dulu. Sekarang, tidak ada yang tersisa, ”katanya kepada awak medi, menunjuk ke sebidang tanah kosong dengan hampir tidak ada jejak rumah dua lantainya.

Apa yang tersisa dari rumahnya adalah bagian dari dinding luar yang menjorok keluar dari tanah. Cat biru neonnya memudar dan dilumuri lumpur, tapi itu cukup untuk meyakinkan Sukmana bahwa rumahnya pernah berdiri di sana.

Bangunan lainnya, bersama dengan hampir semua harta miliknya, terkubur di bawah tanah seperti puluhan rumah lainnya di Cijedil.

“Alhamdulillah semua orang di rumah saya bisa keluar tepat waktu,” kata Sukmana sambil melirik jurang di bawah tempat longsor berhenti. Yang lain tidak seberuntung itu, katanya. Empat puluh lima orang tewas di desanya saja, termasuk lima orang yang jenazahnya tidak pernah ditemukan.

Baca Juga: Dugaan Aliran Dana Gempa Cianjur untuk Aksi Terorisme Diungkap, PPATK Beberkan Modusnya

Cijedil termasuk di antara belasan desa di Cianjur yang terkena dampak gempa.

Secara total, 603 orang tewas dalam gempa yang juga merusak lebih dari 53.000 rumah, sekolah, kantor dan tempat ibadah, menurut angka dari Badan Penanggulangan Bencana kabupaten.

Ini termasuk 12.000 rumah yang benar-benar rata dengan tanah atau rusak parah yang tidak dianggap aman untuk ditinggali.

Gempa bumi biasa terjadi di Indonesia, negara kepulauan yang mengangkangi apa yang disebut Cincin Api Pasifik.

 

Namun, jarang terjadi gempa berkekuatan kurang dari enam yang oleh para ilmuwan diklasifikasikan sebagai "sedang" ,memiliki dampak yang menghancurkan.

Semuanya bermuara pada beberapa faktor, kata para ilmuwan dan pejabat yang diwawancarai oleh awak media. Pertama, gempa dangkal memiliki pusat gempa yang berada tepat di atas desa-desa padat penduduk.

Alasan lainnya: Gempa jarang terjadi di Cianjur, wilayah yang terletak hanya tiga jam perjalanan dari ibu kota, Jakarta.

Inilah mengapa banyak penduduk setempat tidak tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa, sementara rumah mereka tidak dirancang untuk tahan gempa dalam berbagai ukuran.

Tiga bulan setelah gempa mematikan itu, otoritas lokal masih menarik pelajaran tentang bagaimana perencanaan tata ruang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa saat mendesain ulang kawasan tersebut untuk masa depan yang lebih aman.

Baca Juga: RIVER: Karya Musisi Asal Cianjur Selatan yang Fenomenal dan Unik, Bagaimana Inspirasi dan Tema Musiknya?

“Lihatlah kualitas campuran semen ini,” lanjutnya sambil mengambil sebongkah dinding yang rusak dan menghancurkannya menjadi debu kasar dengan tangannya.

Supartoyo, peneliti senior Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Indonesia menyoroti bahwa beberapa desa di Cianjur sangat padat penduduknya sehingga rumah-rumah hanya dihubungkan oleh gang-gang labirin sempit.

Ini, katanya, adalah faktor lain mengapa ada begitu banyak kematian akibat gempa berkekuatan sedang itu. “Lorong-lorong sempit menghalangi warga untuk melarikan diri dengan cepat ke tempat yang aman di tengah kekacauan dan kehancuran yang disebabkan oleh gempa bumi,” kata peneliti yang seperti banyak orang Indonesia dengan satu nama itu.

Ridwan Kamil, Gubernur Provinsi Jawa Barat, di mana Cianjur berada, mengatakan gempa November berfungsi sebagai peringatan.

“Kehancuran yang begitu besar membuat orang sadar bahwa kita tidak dapat membangun struktur tanpa ilmu pengetahuan. (Strukturnya) harus benar-benar tahan gempa,” katanya kepada media.

 

Gubernur mengatakan kabupaten akan memperketat peraturan bangunan untuk memastikan bahwa setiap bangunan di Cianjur dibangun tahan gempa, serta memberikan stimulus tunai kepada warga yang terkena dampak.

Juga memberi insentif kepada mereka untuk membangun kembali rumah mereka dengan menggunakan bahan dan desain tahan gempa.

Bupati Cianjur, Suherman mengatakan, pemerintah juga sedang merancang kampanye untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko gempa susulan.

“Dengan Cianjur terbukti rawan gempa, kita harus melakukan kampanye edukasi secara masif kepada orang dewasa bahkan anak-anak. Kami berencana sekolah-sekolah mengajarkan kepada siswa apa yang harus dilakukan ketika gempa melanda Cianjur, sehingga masyarakat Cianjur siap siaga ketika terjadi bencana,” katanya.

• Rencana tata ruang dalam peninjauan

Budi Rahayu Toyib, asisten sekretaris pemerintah Cianjur mengatakan kabupaten berencana untuk melarang pembangunan rumah dan bangunan lain di dekat jalur patahan yang baru ditemukan.

Baca Juga: Ketika Mahasiswa Terjun Langsung Buat Proyek Kemanusiaan, Ini Gawe Bareng Unla dan PMI Kabupaten Cianjur

“Kami sedang merevisi undang-undang tata ruang dan menjadikan daerah-daerah yang berada di atas garis patahan sebagai zona merah, yang berarti tidak boleh ada aktivitas manusia di sana. Orang-orang yang sekarang tinggal di sana akan dipindahkan,” kata pejabat senior Cianjur kepada media, menambahkan bahwa pemerintah saat ini sedang membangun rumah permanen di bagian lain kabupaten untuk rencana relokasi.

“Kami akan mencabut bantuan yang diberikan kepada mereka jika mereka membangun kembali rumahnya di zona merah. Kami bahkan dapat mengancam mereka dengan gugatan perdata atau tuntutan pidana karena melanggar undang-undang tata ruang kami.”

Pemerintah Cianjur sedang menyusun undang-undang tata ruang baru berdasarkan temuan Badan Meteorologi dan Geofisika.

Badan itu percaya bahwa garis patahan itu panjangnya sekitar 9 km, dari Utara ke Barat Laut ke Selatan ke Tenggara, memotong setidaknya sembilan desa.

Toyib mengatakan hampir 600 rumah akan dipindahkan berdasarkan rencana perumahan baru.

 

Umay, seorang warga berusia 65 tahun dari desa Rawa Cina, salah satu daerah yang terkena dampak terparah dan diklasifikasikan sebagai zona merah di bawah undang-undang tata ruang yang baru, mengatakan orang-orang di lingkungannya terbagi mengenai apakah akan mencabut diri mereka sendiri.

“Mereka yang setuju (dengan relokasi) merasa sudah saatnya memulai awal yang baru di tempat yang lebih aman. Orang-orang yang tidak setuju adalah para petani. Mereka punya sawah di sini dan lokasi relokasi jauh dari sini, ”Umay, yang menggunakan satu nama, mengatakan kepada media.

Pemerintah berjanji bahwa warga yang direlokasi akan tetap memiliki properti mereka. “Mereka hanya bisa menggunakan lahan untuk menanam pohon tanaman yang akan membantu menstabilkan tanah dan bukan padi atau jagung seperti yang terjadi hari ini,” kata Asisten Sekda Cianjur Toyib.

Warga Cijedil Sukmana juga merasa campur aduk soal relokasi. Di satu sisi, pindah berarti meninggalkan desa tempat tinggal keluarganya selama beberapa generasi dan perjalanan jauh untuk sampai ke sekolah dasar tempatnya mengajar.

Baca Juga: Peduli Penyandang Disabilitas Terdampak Gempa Cianjur, NPCI Jabar Gelar Bansos, Berikut Harapan Kang Supri

Di sisi lain, dia kehilangan semua yang dimilikinya. Akibatnya, keluarganya yang beranggotakan empat orang tinggal di tempat penampungan darurat yang terbuat dari bambu dan terpal bersama dengan pengungsi lainnya di sebidang tanah kosong hanya beberapa meter dari tempat desanya dulu berdiri.

Hidup sebagai pengungsi itu sulit, katanya. Dinginnya tak tertahankan di malam hari dan dia khawatir tendanya yang tipis akan bocor di tengah hujan atau roboh karena angin kencang.

“Karena sangat dekat dengan garis patahan, kita juga bisa merasakan gempa kecil dari waktu ke waktu. Jika saya dipindahkan setidaknya keluarga saya akan berada di lokasi yang jauh lebih aman,” katanya.***

Ikuti terus dan share informasi Anda di media sosial  Google News Jurnal Soreang ,  FB Page Jurnal Soreang,  YouTube Jurnal Soreang ,  Instagram @jurnal.soreang  dan  TikTok @jurnalsoreang

Editor: Sarnapi

Sumber: CNA

Tags

Terkini

Terpopuler