Persis Kritisi Pasal RUU KUHP Soal Penyerangan Martabat Presiden dan Wapres, Yudi: Kami Juga Kaji Izin Dokter

13 Oktober 2022, 13:01 WIB
Direktur Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Drs. H. Yudi Wildan Latief. SH. MH., /Istimewa /

JURNAL SOREANG- Sebagai upaya memberikan masukan atas RUU KUHP yang sedang dibahas DPR dan pemerintah, Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS) menghadiri Mudzakarah Hukum Nasional dan Hukum Islam.

A ara dengan mengangkat tema “Kajian Kritis Atas 14 Isu Krusial RUU KUHP” diinisiasi oleh Bidang Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Gedung MUI Jl. Proklamasi Jakarta, Rabu 12 Oktober 2022.

PERSIS pada acara ini diwakili Direktur Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Drs. H. Yudi Wildan Latief. SH. MH., dan sekretarisnya Zamzam Aqbil Raziqin. S Sy. MH.

Baca Juga: Ormas Islam Persis Ikut Soroti Soal Hukuman Penodaan Agama dan Pengguguran Kandungan dalam RUU KUHP

Direktur BKBH Drs.H.Yudi Wildan Latief. SH. MH., mengatakan, Pasal 218 dan Pasal 220 tentang Penyerangan dan Harkat Martabat Presiden dan Wakil Presiden harus disikapi DPR RI dengan arif dan bijaksana.

"Dengan tidak memasukkan pasal yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) ini ke dalam RKUHP. Hal ini dikarenakan pasal ini mengembalikan semangat kolonialisme," katanya.

Karena sejatinya iklim anti kritik dengan dalih melindungi martabat pemimpin adalah warisan penjajahan Belanda yang saat itu masih kental dengan nuansa feodal.

Baca Juga: 3 Unsur Judi Diungkap Sosok Polisi Ini, Permainan Ilegal yang Sudah Diatur Melalui KUHP dan Undang-Undang

"Selain itu, penghinaan atau gospeel tidak bisa dilekatkan pada sebuah jabatan. Itu bisa dilekatkan pada individu dan terkait penghinaan dalam konteks ini sudah diatur pada KUHP lain," katanya.

Presiden dan wakil presiden juga jabatan publik yang langsung dipilih oleh rakyat dalam konteks negara demokrasi sehingga justru jabatan presiden dan wakil mesti dikritik agar tidak masuk ke jurang otoritarianisme.

" Namun jika pasal ini masuk, maka rentan terjadi multitafsir yang mengakibatkan para pelaksana bisa memasukkan kritik kepada kategori penghinaan," katanya.

Baca Juga: 'Kabinet' PP Persis Dilantik Ustaz Jeje Zaenudin, Ada Dua Posisi yang Tak Berubah

Sedangkan Pasal 276 tentang Dokter atau Dokter Gigi yang Melaksanakan Pekerjaannya Tanpa Izin, kata Yudi, BKBH Persis menilai bahwa pasal ini lebih bijkak dihapus

"Hal ini dikarenakan menjalankan profesi dokter, dokter gigi, dan tukang gigi tanpa ijin tidak dikenakan sanksi penjara menurut Mahkamah Konstitusi tentang Pasal 76 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran yang diperkuat dengan Putusan MK 40/PUU-X/2012," katanya.

Sementara Pasal 281 tentang Contempt of Court, maka BKBH Persis menilai pasal ini perlu ada perbaikan dikarenakan contempt of court harus memiliki ukuran yang jelas.

Baca Juga: Setelah Jadi Ketua Umum PP Persis, Ini Format 'Kabinet' yang Akan Dibentuk Ustaz Jeje Zaenudin

"Peristiwa upaya menciderai fisik harusnya yang menjadi konsentrasi pemidanaan. Namun itu juga sudah masuk dalam pidana upaya kekerasan," katanya.

Alasan pasal ini harus diperbaiki adalah karena pasal ini mengandung nilai subjektifitas yang sangat tinggi.

"Hakim bisa dengan mudah memberikan klasifikasi bahwa seseorang contempt of court tanpa disertai alasan yang dibenarkan secara hukum," ujarnya.

Baca Juga: KH Jeje Zaenudin Resmi Terpilih Ketua Umum PP Persis, Ini yang Akan Dilakukannya

Terakhir soal Pasal 282 tentang Advokat yang Curang, ujar Yudi, BKBH Persis menilai standard kategori curang sangat tidak bisa dijelaskan secara sempurna dalam pasal ini.

"Oleh sebab itu BKBH Persis mengusulkan agar pasal ini dihapus saja," katanya.***

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler