JURNAL SOREANG- Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Ilmuwan Administrasi Negara Indonesia (DPP PIANI), pada Jumat, 31 Desember 2021 menyelenggarakan, webinar Nasional refleksi akhir tahun 2021, dengan thema "Penegakkan Hukum dan Kesejahteraan".
Acara ini diselenggarakan Kerjasama DPP PIANI dengan DEMA FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Webinar ini bertujuan untuk mewujudkan kepedulian mahasiswa, ilmuwan dan masyarakat pada umumnya tentang fenomena yang terjadi sepanjang Tahun 2021 bidang penegakan hukum dan Kesejahteraan, dengan catatan-catatan dari pemateri yang merupakan kajian praktikal dan teoretikal.
Dihadiri oleh 153 peserta dari kalangan Dosen, mahasiswa, birokrat dan masyarakat. Kegiatan diawali oleh sambutan pembukaan dan pembicara kunci.
Acara dibuka Dekan FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung, yang diwakili oleh Wakil Dekan Dr. H. Moch.Dzulkiah dan Ketua DPP PIANI, Dr. H. Engkus Kustyana, M. Si serta Ketua Dema FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Muzaky Muzami.
Untuk pemateri disampaikan oleh H Sugianto, S. Ag., M. Si, (Ketua DPRD Kabupaten Bandung), Prof. Dr. H. Jusman Iskandar, MS. (Membangun Indonesia Sebagai Negara Kesejahteraan Melalui Kebijakan); Adnan Topan Husodo/Koordinator ICW (Pembangunan dan Korupsi); dan Rizaldi Mina/praktisi HAM.(Relasi Sosial dan Kekuasaan) dengan moderator Dr.H. Fadjar Tri Sakti, M. Si.
Menurut Engkus, hasil webinar di antaranya penguatan fungsi konstitusi diantaranya adalah tujuan negara, salah satunya adalah kesejahteraan
"Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pemerintahan tidak bersungguh-sungguh memperbaiki pemberantasan korupsi dalam dua tahun terakhir. ICW menilai mereka justru berbuat sebaliknya, menyoal membangun sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya, dan mengedepankan tata kelola pemerintahan yang bersih," katanya.
Baca Juga: 4,4 Juta Hektare Hutan dan Lahan Terbakar, DPR: Akibat Buruknya Penegakkan Hukum
Pelayanan publik juga masih belum sepenuhnya membuka relasi publik dengan kekuasaan, sehingga mereka yang mempunyai relasi dengan kekuasaan, akan berbeda dengan masyarakat yang belum mempunyai aksesibilitas dengan kekuasaan;
"Realitas ketidakadilan ada di mana-mana. Hal ini dapat dilihat dalam penegakan hukum, masih menyisakan “tajam ke bawah tumpul ke atas.” Misalanya hasil kajian Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dengan penilaian warga sebesar 44,8 persen menyatakan baik atau sangat baik. 24,8 persen menyatakan buruk atau sangat buruk. Ada 27,2 persen yang menilai sedang saja. Yang tidak tahu atau tidak menjawab sebesar 3,1 persen," katanya.
Hal lainnya pengembangan sumber daya manusia khususnya aparat penegakan hukum harus berdasarkan merit sistem dan bebas KKN.
Selain itu, perlunya sosialisasi dan desimenasi regulasi, karena begitu cepat dan dinamisnya perubahan aturan dari hari ke hari;
"Reformasi Adminstrasi negara, belum dapat sepenuhnya menyikapi dinamika yang terjadi. Reformasi Birokrasi, yang digulirkan tentunya menyisakan dampak di antaranya pelaksanaan UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)," katanya.
Misalnya dengan penerapan alih fungi jabatan struktural eselon 4 menjadi Jabatan Fungsional, tentu akan terjadi sebuah turbulensi dalam pelaksanaannya ***