Bukan Memaksa Mudik, Dorongan Vaksinasi Lansia Justru Jadi Cara Anak Berbakti Lindungi Orang Tua dari Covid-19

29 Mei 2021, 23:36 WIB
Pelaksanaan vaksinasi Lansia di Kampus Unpar Ciumbuleuit beberapa waktu lalu. Pelaksanaan program Vaksinasi Lansia di Kota Bandung sudah mencapai diatas 30 persen tertinggi di Jawa Barat. /Portal Bandung Timur/hp.siswanti/

JURNAL SOREANG - Tak bisa dipungkiri, pro dan kontra muncul di tengah masyarakat terkait larangan mudik pada momen libur Idul Fitri 2021 lalu.

Terlebih larangan mudik itu justru kontras dengan diperbolehkannya masyarakat untuk berwisata, yang kenyataannya juga memicu kerumunan di sejumlah wilayah sehingga pada akhirnya pemerintah sendiri memutuskan untuk menutup sementara sejumlah destinasi wisata, termasuk di Jawa Barat.

Meskipun demikian, kebijakan larangan mudik harus diakui cukup masuk akal, karena pada prinsipnya hal itu bertujuan utama untuk melindungi keluarga para pemudik, terutama orang tua mereka di kampung halaman.

Baca Juga: Percepat Herd Immunity bagi 181,5 Juta Rakyat Indonesia, Kimia Farma dan KADIN Genjot Vaksinasi Gotong Royong

Bukan tanpa alasan, pemerintah saat ini terus berupaya mempercepat vaksinasi untuk orang lanjut usia (lansia) guna melindungi mereka dari resiko paparan Covid-19 yang mengancam nyawa mereka.

Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito mengatakan, saat ini angka kematian pada lansia usia 60 tahun ke atas akibat Covid-19 mencapai 49,4 persen.

Wiku menambahkan, pihaknya juga mencatat untuk kelompok usia 46-59 tahun mencapai 35,5 persen, usia 31-45 tahun sebanyak 11,2 persen, sisanya berasal dari kelompok usia 30 tahun ke bawah.

Baca Juga: Vaksinasi BIsa Selamatkan Potensi Pendapatan Masyarakat, Percepat Pemulihan Ekonomi Nasional

Persentase tersebut yang tertinggi di antara kelompok usia lainnya, karena lansia memiliki resiko lebih tinggi jika terkena Covid-19, sehingga prioritas perlindungan kepada lansia menjadi sangat penting.

"Hingga Jumat 28 Mei 2021 angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia bertambah 193 orang sehingga total mencapai 50.100 orang," ujar Wiku.

Sementara itu Eka Simanjuntak, menjadi salah seorang warga yang hars merasakan pahitnya kehilangan orang tua akibat Covid-19.

Baca Juga: Kemendes PDTT: BLT Dana Desa 2021 Sudah Terserap Rp3,1 Triliun untuk 10,2 Juta Penerima sampai Akhir Mei

Eka kehilangan ayah tercintanya, Humala Simanjuntak yang meninggal dunia pada 1 Maret 2021 lalu. setelah sempat dirawat 11 hari di Rumah Sakit Hermina Kemayoran, Jakarta.

"Bapak wafat pada usia 85 tahun. Namun sebelum meninggal dunia beliu masih sangat aktif, masih bekerja, jalannya juga masih tegak, berpikir baik bahkan kemana-mana masih setir sendiri," ujar Eka.

Menurut Eka, almarhum Humala berprofesi sebagai pengacara dan masih aktif melakukan pendampingan bagi orang-orang yang memiliki masalah hukum.

Baca Juga: Kemendes PDTT: BLT Dana Desa 2021 Sudah Terserap Rp3,1 Triliun untuk 10,2 Juta Penerima sampai Akhir Mei

Namun satu saat ayahnya jatuh di tangga, Eka dan keluarga sempat membawa ayahnya ke rumah sakit dan didiagnosis memiliki masalah pada gendang telinga (keseimbangannya terganggu) sehingga harus menjalani rawat jalan di rumah.

Malangnya, pada saat makan, ayahnya tidak bisa mencium bau dan merasakan makanan. "Kakak saya mulai curiga, ayah saya langsung diPCR dan hasilnya positif COVID-19. Kemudian langsung dirawat di RS Hermina Kemayoran hingga tutup usia," kata Eka.

Eka menceritakan, semasa hidupnya ayahnya adalah orang yang sangat disiplin menerapkan protokol kesehatan. Tidak hanya pada dirinya tapi juga rekan kerja di kantor.

Baca Juga: Rakerda PKS Kabupaten Bandung, 28 Kursi Anggota Dewan Jadi Target Pileg 2024

Ayahnya sering mengingatkan yang lain agar selalu menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan masker dan tidak boleh berkumpul.

Hingga karena suatu keperluan, lanjut Eka, ayahnya pulang ke kampung. Disana ayahnya menyaksikan banyak orang yang tidak menjalankan protokol kesehatan, tidak memakai masker, tidak menjaga jarak tetapi tidak banyak yang tertular Covid-19.

Eka mengakui, pengalaman itulah yang membuat ayahnya kemudian mulai menganggap Covid-19 tidak terlalu berbahaya seperti yang selama ini disampaikan.

Baca Juga: Komda KIPI DKI Jakarta Pastikan Vaksin AstraZeneca Aman, Masyarakat Harus Terbuka Penuh Soal Penyakit Bawaan

"Apalagi ayah saya merasa sehat dan masih bisa beraktivitas seperti biasa di usia yg sudah 85 tahun," ujar Eka.

Oleh karena itu, Eka berpesan kepada siapapun untuk tidak menganggap remeh COVID-19 meski merasa sehat.

Menurut Eka, ayahnya juga dari segi kesehatan tidak pernah ada masalah, karena selama hidup ia juga amat konsen terhadap kesehatan, makan dan tidur teratur, serta rajin olahraga.

Baca Juga: Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil Terima Kunjungan Kerja DPRD, Program OPOP Jabar Akan Diadopsi

"Namun akhirnya terpapar COVID-19 dan meninggal. Kita tidak pernah tahu dalam kondisi seperti apa kita tertular," kata Eka.

Untuk itu, Eka pun mengingatkan, vaksinasi saat ini merupakan satu-satunya cara menghindari Covid-19 selain menerapkan protokol kesehatan.

Tidak alasan untuk tidak divaksin. Ada banyak rumor tentang efek samping setelah divaksin, tapi ada ratusan juta orang di seluruh dunia yang telah divaksin dan sejauh ini hampir semua baik-baik saja.

Baca Juga: Link Streaming Final Liga Champions 2021 Man City vs Chelsea, Gratis Live SCTV

"Tidak ada yang lain. Vaksinasi mengurangi risiko, dan kalaupun masih tertular, proses penyembuhannya akan lebih baik dibanding dengan yang belum divaksinasi," tegas Eka.

Pengalaman serupa juga dialami Taufiq Dimas (20), asal Banyumas, yang harus kehilangan ayahnya karena Covid-19.

Dimas berpesan, pandemi sudah lama melanda bangsa ini dan sudah banyak yang harus meninggal dunia akibat Covid-19.

Baca Juga: Diduga Pelaku Tabrak Lari, Supir Angkot Menjadi Bulan-bulanan Massa di Baleendah Kabupaten Bandung

Ia menegasan bahwa sudah bukan waktunya untuk ragu apakah Covid-19 ada atau tidak, apalagi sampai menganggap enteng dan meremehkan.

Dimas juga berpendapat, vaksinasi amat penting terutama bagi lansia. "Jangan karena masih merasa sehat saja dan tidak pernah mengalami hal yang tidak diinginkan kita jadi abai dengan protokol dan malah membahayakan orang lain," ujar Dimas.

Sementara itu Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menjelaskan, lansia merupakan kelompok rentan (vulnerable), sama seperti bayi dan anak-anak.

Baca Juga: Kerjasama TPPAS Legok Nangka Berlanjut, Pemda Provinsi Jawa Barat Teken Perjanjian dengan Enam Kota/Kabupaten

Daya tahan tubuh mereka lebih rendah dibandingkan dewasa muda, maka wajar saja jika terinfeksi, mereka lebih berat menghadapinya.

Kemudian, ujar Masdalina, lansia sebagian besar memiliki komorbid, penyakit degeneratif yang diderita lansia karena penuaan.

Hal ini sangat berpengaruh terhadap kematian lansia karena COVID-19. "Apalagi jika komorbidnya tidak terkontrol," ujarnya.

Baca Juga: Viral! Personil Super Junior Gunakan Batik Rancangan Ridwan Kamil, Hasil Diplomasi Budaya Jawa Barat

Masdalina juga menambahkan, karena mekanisme pertahanan diri pada lansia turun sangat jauh dibandingkan kelompok usia muda, jadi lebih banyak harus diberi dukungan dari luar untuk bertahan.

Misalnya obat dan suplemen. "Tentu saja vaksinasi dan protokol kesehatan juga harus jalan," kata Masdalina.

Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Reni Rondonuwu menyebut, salah satu hal kendala masih rendahnya cakupan vaksinasi bagi lansia adalah kemudahan akses ke lokasi vaksinasi.

Baca Juga: Percepat Herd Immunity bagi 181,5 Juta Rakyat Indonesia, Kimia Farma dan KADIN Genjot Vaksinasi Gotong Royong

Dengan fisik yang sudah mulai menurun, lansia membutuhkan tempat vaksinasi yang mudah dekat dan mudah dijangkau.

Tidak semua sasaran vaksinasi memiliki kondisi sosial maupun ekonomi yang sama seperti lokasi vaksinasi yang jauh, ketiadaan pendamping, akses transportasi yang sulit dll. Hal inilah yang kemudian menghambat para lansia untuk mengikuti vaksinasi.

Menurut Maxi, daerah perlu melakukan gerakan bersama yang jauh lebih masif dengan melibatkan stakeholder terkait agar semakin banyak lansia yang divaksinasi.

Baca Juga: Vaksinasi BIsa Selamatkan Potensi Pendapatan Masyarakat, Percepat Pemulihan Ekonomi Nasional

Termasuk menciptakan model baru vaksinasi yang mudah, aman dan nyaman.

“Kami membuat kebijakan, satu pendamping yang membawa dua lansia akan ikut disuntik vaksin. Mudah-mudahan daerah juga akan diimplementasikan. Karena ada 456 Kabupaten/Kota yang cakupan vaksinasi lansia masih di bawah 25 persen. Saya kira daerah perlu mencontoh DKI Jakarta, yang camat maupun lurah ikut terlibat untuk memobilisasi lansia,” kata Maxi.

Di samping kemudahan akses, kepercayaan masyarakat mengikuti vaksinasi untuk melindungi dari potensi penularan Covid-19, turut menjadi perhatian pemerintah.

Baca Juga: Vaksinasi BIsa Selamatkan Potensi Pendapatan Masyarakat, Percepat Pemulihan Ekonomi Nasional

Soalnya ada kecenderungan para anak-anak lansia ini khawatir mengikutsertakan orang tua mereka vaksinasi karena takut akan keamanan dan efektivitas vaksin.

Sedangkan Koordinator PMO Komunikasi Publik KPCPEN Arya Sinulingga mengatakan, pemerintah menargetkan 181,5 juta penduduk Indonesia mendapatkan vaksin COVID-19.

Proses penyuntikan yang telah dimulai sejak 13 Januari 2021 ditargetkan rampung dalam waktu satu tahun.

Baca Juga: Kemendes PDTT: BLT Dana Desa 2021 Sudah Terserap Rp3,1 Triliun untuk 10,2 Juta Penerima sampai Akhir Mei

Oleh karena itu, kata Arya, pemerintah melibatkan semua pihak termasuk swasta untuk menyukseskan program vaksinasi nasional.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah semakin banyak membuka lokasi vaksinasi yang bertujuan memudahkan juga mendekatkan akses vaksinasi terutama bagi lansia.

"Ini tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di sejumlah kota di Indonesia. Ada juga layanan drive thru," kata Arya.

Baca Juga: Rakerda PKS Kabupaten Bandung, 28 Kursi Anggota Dewan Jadi Target Pileg 2024

Disamping itu, Arya berharap, keluarga terdekat hendaknya mau mengajak dan membantu orang tua untuk divaksin. Karena hal tersebut semata-mata untuk kebaikan orang tua.

"Jangan ragu, jaga dan sayangi orang tua kita dengan vaksinasi," tutur Arya.

Sementara itu, terkait efek samping, Ketua ITAGI Profesor Dr. Sri Rezeki S Hadinegoro, dr., SpA(K), menekankan kepada masyarakat agar tidak perlu khawatir bahkan ketakutan.

Baca Juga: Rakerda PKS Kabupaten Bandung, 28 Kursi Anggota Dewan Jadi Target Pileg 2024

Karena sejauh pelaksanaan vaksinasi COVID-19, kelompok lansia justru memiliki Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang sangat rendah.

Gejala yang dialami pasca penyuntikan sifatnya ringan dan mudah diatasi, sehingga para anak diimbau untuk tidak perlu khawatir, manfaat vaksinasi jauh lebih besar dibandingkan risikonya.

“Efek samping kedua vaksin ini (Sinovac dan AstraZeneca) cukup ringan, tidak ada yang masuk RS atau sampai meninggal. KIPI pada lansia ini justru sangat sangat sedikit dibandingkan yang dewasa/muda,” kata Profesor Sri Rezeki.

Baca Juga: Komda KIPI DKI Jakarta Pastikan Vaksin AstraZeneca Aman, Masyarakat Harus Terbuka Penuh Soal Penyakit Bawaan

Sebagai salah satu pihak yang ikut terlibat dalam penentuan jenis vaksin yang akan digunakan dalam program vaksinasi nasional, Sri menegaskan pemerintah tentunya akan menyediakan vaksin Covid-19 yang aman, bermutu dan berkhasiat untuk melindungi seluruh masyarakat.

Hal senada disampaikan Ketua Komnas PP KIPI Profesor Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp. A(K), M. TropPaed yang mengatakan kesadaran masyarakat lansia cukup baik karena mengetahui masuk dalam kelompok rentan.

Namun sayangnya terkadang justru dari keluarga yang tidak mengizinkan lansia untuk divaksinasi.

Baca Juga: Link Streaming Final Liga Champions 2021 Man City vs Chelsea, Gratis Live SCTV

"Karena ternyata (keluarga) memperoleh informasi yang kurang tepat atau pihak yang tidak berwenang terkait imunisasi atau vaksinasi," ujarnya.

Sebagai lansia, Profesor Hindra menyatakan, dirinya telah divaksinasi dua kali. Padahal memiliki gangguan irama jantung, penderita hipertensi, kolesterol juga sempat tinggi, dan begitu juga asam urat.

"Alhamdulillah sehat, saya sudah dua kali divaksinasi jadi jangan ragu-ragu," kata profesor yang saat ini berumur 66 tahun tersebut.

Baca Juga: Diduga Pelaku Tabrak Lari, Supir Angkot Menjadi Bulan-bulanan Massa di Baleendah Kabupaten Bandung

Menurutnya, meski memiliki komorbid atau penyakit penyerta, lansia tetap bisa divaksin.

Karena tentu, divaksin lebih baik daripada tidak divaksin. "Jika ada KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) mudah-mudahan sifatnya ringan dan dapat ditolerir namun manfaat vaksinasi jauh lebih besar maka sama-sama kita divaksin," ujarnya lagi.

Dia juga menjamin, vaksin aman bagi masyarakat. Komnas KIPI pun terus memantau, mengkaji, merekomendasikan apakah vaksin itu aman atau tidak bagi masyarakat.

Baca Juga: Kerjasama TPPAS Legok Nangka Berlanjut, Pemda Provinsi Jawa Barat Teken Perjanjian dengan Enam Kota/Kabupaten

Kalau aman vaksin pihaknya rekomendasikan untuk program vaksinasi nasional. Dan itu dipantau dan dikaji tiap hari.

"Kalau ada perubahan kita buat rekomendasi baru. Jika ada laporan terkait KIPI maka ada dua hal yang dilakukan Komnas
KIPI," kata Hindra.

Pertama, mengecek berapa lama ketika diberikan vaksin hingga ada gejala dan kedua apakah ada penyakit lain yang menyebabkan gejala dan bukan berasal dari vaksin.

"Kalau gejala lebih dua hari laporkan saja nanti gejala itu diinvestigasi, dianalisis, dan dikaji. Apapun keluhannya silakan lapor, kita justru mengharapkan laporan," ujar Hindra.***

Editor: Handri

Tags

Terkini

Terpopuler