Unik dan Khas Sega Jamblang, Awalnya dari Nama Desa di Cirebon dan Makanan Pekerja Paksa

27 Maret 2021, 12:49 WIB
Sega Jamblang yang unik, nama ini berasal dari nama desa di Cirebon / Instagram/@bravoiman.id

JURNAL SOREANG- Kalau ke Cirebon tidak mencoba makan Sega Jamblang seperti sayur tanpa garam. Sega atau nasi ini sungguh unik dan khas Cirebon dengan alas makan dari daun jati.

"Keunikan lain dari nama Jamblang yang berasal dari nama desa di sebelah barat Kabupaten Cirebon. Tempat asal pedagang yang mempopulerkan masakan tersebut," kata warga Desa Jamblang, H. Elang Iman Irianto Sujana, saat dihubungi, Sabtu, 27 Maret 2021.

Iman yang kini menjabat Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Bandung ini menambahkan, Sega Jamblang awalnya makanan para pekerja paksa pada zaman Belanda.

"Mereka sedang membangun Jalan Raya Daendels sepanjang 1.000 kilometer dari Anyer ke Panarukan yang melewati wilayah Kabupaten Cirebon. Untuk makan para pekerja paksa ini membawa bekal berupa nasi dibungkus daun jati," ujarnya.

Pemilihan daun jati, karena para pekerja bisa menyimpan nasi lebih lama. Nasi yang dibungkus daun jati jadi awet dan bisa bertahan beberapa hari.

"Saat itu kabarnya banyak warga yang kelaparan, bahkan sampai meninggal, karena kekurangan makanan. Sejak itu, nasi dibungkus daun jati jadi populer di kalangan pekerja," katanya.

Selain itu, daun jati memiliki tekstur yang tidak mudah sobek dan rusak. Daunnya memiliki pori-pori yang dapat membantu menjaga keadaan nasi agar tidak mudah basi. Meskipun disimpan dalam jangka waktu yang lama.

"Pada sekitar 1847, bisa dikatakan menjadi cikal lahirnya Sega Jamblang. Saat itu, Belanda membangun tiga prabrik yakni dua pabrik gula di Plumbon dan Gempol. Satunya pabrik spriritus di Palimanan," ujarnya.

Dibangunnya tiga pabrik tersebut menyerap banyak pekerja yang berasal dari Cirebon dan daerah sekitarnya. Seperti Sindangjawa, Cisaat, Cidahu, Bobos, dan lainnya.

"Para pekerja tersebut terus bertambah, tapi  sisi lain tidak ada penjual nasi. Kepercayaan saat itu, tidak baik atau pamali jual nasi. Masyarakat saat itu lebih baik menyimpan beras daripada beli nasi," ucapnya.

Namun seiring waktu banyak pekerja mencari warung nasi. Sampai akhirnya tergerak warga Jamblang bernama Ki Antara atau H Abdul Latif dan istrinya Ny Pulung atau Tan Piauw Lun.

"Keduanya bersedekah makanan untuk sarapan para pekerja tiap harinya. Mereka menggunakan daun jati untuk membungkus nasinya," katanya.

Dari mulut ke mulut informasi itu menyebar sehingg banyak pekerja yang makan di sana. "Meski awalnya gratis, para pekerja merasa tidak enak sehingga sepakat memberikan uang sukarela untuk makanan yang mereka makan," katanya.

Akhirnya Sega Jamblang dijual oleh banyak orang yang tidak hanya warga Desa Jamblang, tapi warga Cirebon lainnya. "Warung Sega Jamblang kini banyak tersebar di kota termasuk juga di kota besar seperti Jakarta, Bandung dan lain-lain," katanya.***

Editor: Sarnapi

Sumber: Dari berbagai sumber, PRMN, VIU

Tags

Terkini

Terpopuler