Mengenal Ema Bratakusumah atau Gan Ema, Pendiri Kebun Binatang Kota Bandung

10 Juni 2022, 22:28 WIB
Ema Bratakusumah pendiri Kebun Binatang Bandung /Instagram

JURNAL SOREANG - Ema Bratakusumah atau Gan Ema adalah pendiri Kebun Binatang Kota Bandung.

Mungkin tak banyak yang mengetahui bahwa Ema Bratakusumah adalah pendiri Kebun Binatang Kota Bandung.

Melalui artikel ini kamu dapat mengetahui siapakah Ema Bratakusumah atau Gan Ema ini.

Agar ketika kamu mengunjungi Kebun Binatang Kota Bandung, kamu tak hanya bisa melihat satwanya.

Baca Juga: Timnas Indonesia Hajar Kuwait Kualifikasi Piala Dunia 2023, Shin Tae Yong: Laga Ini Tantangan Besar dan Sulit

Tetapi mengetahui sejarah dari orang yang mendirikan Kebun Binatang Kota Bandung.

Raden Ema Bratakusumah juga dikenal dengan nama Gan Ema (12 Agustus 1901 – 1 Agustus 1984) adalah salah seorang tokoh Sunda dan Pejuang Pergerakan Nasional di Jawa Barat.

Gan Ema merupakan perjuang kemajuan kesundaan dan pergerakan nasional pada masanya.

Artikel ini sudah tayang di Pikiranrakyat.com dengan judul : Haul 38 Tahun Pendiri Kebun Binatang Bandung, Mengingat Masa Perjuangan Ema Bratakusuma

Ia juga dikenal sebagai budayawan yang memiliki keahlian pencak silat, juga dikenal sebagai politikus yang bergelut di berbagai organisasi, dikenal juga sebagai penggerak budaya Sunda, pembina generasi muda serta pendiri surat kabar.

Baca Juga: Portugal Terbukti Lebih Tangguh Tumbangkan Ceko UEFA Nations League, Seleccao Pimpin Klasemen

Sejak kecil Gan Ema sangat menggemari dunia jurnalistik.

Berkiprah di beberapa media pada zaman pra kemerdekaan dan setelah merdeka.

Lingkungan Tatar Parahyangan dengan kekayaan budaya dan sosialnya menjadikan Ema sosok pembelajar yang tekun.

Sejak usia 9 tahun ia sudah mempelajari ilmu bela diri dari ayahnya yang memiliki perguruan pencak silat di Ciamis.

Baca Juga: 10 Hari Terberat Andrew Robertson Gagal Premier League, UCL dan Bawa Skotlandia ke Piala Dunia 2022 Qatar

Pada tahun 1914 ia belajar pencak kepada Bapa Enung, ahli penca aliran Cimandé di Dayeuhkolot.

Di Batavia, 1918-1921, ia belajar penca kepada Bang Janibi ahli aliran 'ameng pukulan' dan kepada Bang Sabeni ahli aliran 'ameng Sabeni'. Dan kecintaannya pada dunia Sunda membawa Ema mengembara lebih jauh seiring perjuangan zaman melawan kolonialisme di Nusantara.

Bersama rekannya Raden Tubagus Umay Martakusumah, Ema kemudian mendirikan perkumpulan seni budaya “Sekar Pakuan” pada tahun 1933.

Keseriusan Ema pada budaya Kasundaan ditempa dengan penguasaan beberapa aliran penca lainnya seperti 'ameng Cikalong', 'ameng Sabandar', 'ameng Suliwa', dan 'ameng timbangan' dari ahli-ahli pencak di Provinsi Pasundan atau Jawa Barat.

Baca Juga: 5 Pelatih dengan Gaji Fantastis dan Termahal di Piala Dunia 2022 Qatar, Ada Sang Juara Bertahan Prancis


Di kalangan perguruan pencak ia dikenal dengan sebutan Gan Ema (singkatan dari Juragan) dan kemudian dipandang sebagai tokoh bahkan sesepuh pencak di Jawa Barat sampai akhir hayatnya.

Pada sosok Gan Ema, kependekaran merupakan bagian integral dari kerja kebudayaan yang berjangkauan luas dan ditandai dengan integritas yang terpuji dan kemandirian seiring waktu.

Pada dunia kependekaran, Gan Ema adalah seorang tokoh Bandung yang sangat terkenal dalam membawa maenpo dari Cianjur ke Bandung.

Puncaknya, tahun 1957, bersama-sama tokoh pencak lainnya Ema mendeklarasikan Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI) dan ia menjadi penasihat organisasi tersebut.

Baca Juga: Deretan Bek Termahal di Piala Dunia 2022 Qatar, Salah Satunya Raja Blunder Harry Maguire

Dalam dunia politik ia berguru kepada Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker, bersama Darnasukumah, Bakri Suraatmaja, dan Gatot Mangkupraja di Bandung. Pada tahun 1949-1950 ia mulai berkiprah di Dewan Perwakilan Rakyat Kota Bandung.

Ema, dalam pandangan politiknya, (1) Ingin memajukan bangsanya karena cinta akan tanah air yang dimulai dan diutamakan dari tingkat bawah berdasarkan kebudayaan (suku bangsa dan daerah: Sunda)

(2) Ingin memerdekakan bangsanya dari belenggu penjajahan melalui persiapan rakyat harus berani bertarung secara individual dan atau kelompok,

(3) Bentuk negara yang sesuai bagi Indonesia merdeka adalah federasi atau otonomi yang luas, karena sesuai dengan kodrat masyarakat dan geografi Indonesia.

Baca Juga: Gak Diajak! 5 Pemain Ini Bisa Tak Masuk dalam Skuad Piala Dunia 2022, Salah Satunya Marcus Rashford Inggris

Diketahui, ibunda Eril yakni Atalia Praratya berasal dari wila

Untuk mencapai pandangan tersebut ditempuhlah program pendidikan, pers, dan pencak.

Meskipun demikian, jiwa ke-jurnalistik-annya pun masih tetap membara, pada tahun 1956 bersama Sutisna Senjaya, Supyan Iskandar, dan Otong Kosasih.

Ia mendirikan surat kabar Kalawarta Kujang. Media ini didirikan demi menunjang perjuangan Sunda dan Partai Gerakan Pilihan Sunda pada saat itu.

Baca Juga: Prediksi Austria vs Prancis UEFA Nations League Starting Line Up, Head to Head, Skor, Misi Menang Les Blues

Selain itu, pemikiran Ema pada pentingnya pelestarian lingkungan hidup serta visi yang begitu panjang untuk kepentingan paru-paru kota Bandung yang manfaatnya bisa dirasakan hingga saat ini.

Dimana saat ini pepohonan rindang di dalam kota Bandung hampir tidak tersisa, adalah melalui pendirian Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) atau yang lebih dikenal sebagai Kebun Binatang Bandung, yang dia ambil alih melalui tenaga, pemikiran dan seluruh harta kekayaan dia dari Bandung Zoological Park (BZP).


Selain sebagai sarana hiburan rakyat yang terjangkau, ikut berperan serta dalam pelestarian hewan-hewan dan tumbuhan langka, YMT sesungguhnya juga adalah ‘situs sejarah perjuangan orang Sunda’ yang tidak terekspos, karena YMT adalah juga sebagai sarana untuk mengumpulkan para pejuang Sunda.***

Editor: Desi Nurhayati

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler